KOMPAS.com - Istilah toxic positivy bukan lagi hal aneh dikalangan manusia modern.
Istilah ini seringkali digunakan untuk menunjuk kata-kata bernada psoitif namun sebenarnya bisa merusak kondisi mental seseorang.
Prita Yulia Maharani, M.Psi., psikolog dari aplikasi konseling Riliv, menyatakan bahwa toxic positivity memang terdengar sebagai penyemangat.
Baca juga: Jangan Disepelekan, Kenali Gejala Depresi karena Patah Hati
Tapi, sebenarnya membuat orang lain jadi sedih karena tidak divalidasi.
Kata-kata yang termasuk toxic positivy ini sering kita dengar sebagai penyemangat, tetapi justru berujung meremehkan kesedihan mereka.
Prita menambahkan bahwa saat mendengarkan, penting untuk menerapkan empati atau
memahami kondisi orang secara utuh.
“Toxic positivity membuat kita menekan emosi negatif dengan berusaha menerima emosi positif. Padahal, emosi negatif juga perlu kita terima agar
tidak menumpuk,” ucapnya.
Tidak semua orang ingin diberi nasihat. Banyak yang hanya ingin didengarkan saja.
Toxic positivity membuat orang takut berpikir negatif, takut bercerita pada orang lain, mengisolasi diri, dan meningkatkan risiko stres serta kecemasan.
Berikut adalah 5 ‘semangat’ yang merupakan toxic positivity dan bisa kita coba hindari:
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.