Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dikdik Kodarusman
Dokter RSUD Majalengka

Dokter, peminat kajian autofagi. Saat ini bekerja di RSUD Majalengka, Jawa Barat

Berbahayakah Varian Omicron Centaurus?

Kompas.com - 22/07/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PANDEMI kembali melanda. Entah sudah gelombang ke berapa. Kali ini bintangnya adalah varian B.A. 2.75 atau Omicron Centaurus.

Varian ini diklaim lebih infeksius dari varian sebelumnya. China melaporkan angka harian kasus di atas seribu orang, meski banyak pihak menduga angka sebenarnya jauh di atas angka tersebut.

Di Australia saja, dilaporkan seratus ribu lebih angka harian. Sedang di Indonesia angka kasus harian di atas lima ribuan.

Atas alasan tersebut dilakukan pengetatan kembali untuk membatasi penularan. Karena lebih infeksius ditakutkan lebih berbahaya dari varian sebelumnya.

Sayangnya saya tidak sependapat dengan tudingan tersebut. Alasannya, merunut pada hipotesa asal usul virus yang dikemukakan Barbara McClintock. Beliau seorang ahli biologi peraih Nobel dari Kanada.

Pada tahun 1959, beliau mengajukan homeless theory sebagai hipotesa asal usul virus. Beliau menyebut bahwa virus berasal dari organel sel mahluk hidup. Hipotesa ini diajukan dengan melihat karakteristik hidup virus.

Virus diketahui hanya memiliki struktur kode genetik yang dilindungi oleh kapsul. Selain itu, virus sangat tergantung pada tubuh inangnya untuk bertahan hidup. Kemampuannya hanya bereplikasi. Itupun terjadi di dalam ribosom sel inang.

Berdasarkah hipotesa homeless theory, berbagai organel sel dapat terlempar keluar dan menjadi virus.

Awalnya teori ini tidak begitu mendapat dukungan. Namun dengan ditemukannya kode genetik ekstra kromosom berupa plasmid tahun 1976, teori ini dilirik kembali.

Apalagi selanjutnya juga ditemukan kode genetik pada mitokondria, intron dan ekson. Dua yang terakhir bahkan isinya adalah RNA bukan DNA seperti halnya plasmid dan mitokondria.

Hingga bisa dijelaskan mengapa ada virus yang memiliki kode genetik DNA saja atau RNA saja. Tidak pernah keduanya.

Karena berasal dari sel mahluk hidup itu sendiri, maka sangat mudah untuk virus masuk ke dalam sel.

Pada kasus virus Covid-19 perantaranya adalah Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Enzim yang memperantarai perubahan angiotensin 1 menjadi angiotensin 2. Hormon yang memengaruhi tekanan darah.

Karena berasal dari luar sel, generasi awal virus mendapat penolakan dari sel. Virus ini dikeluarkan setelah sebelumnya bereplikasi di dalam sel.

Saat keluar disertai dengan pelepasan berbagai mediator peradangangan. Bisa berupa sitokin, histamin, prostaglandin dan lainnya.

Keluarnya virus generasi awal disertai dengan upaya adaptasi dengan sel inang. Hingga generasi berikutnya lebih mudah diterima dan beradaptasi dengan sel inang.

Artinya lebih infeksius, tapi berkurang virulensinya. Dan ini adalah karakter alami virus akibat ketergantungan pada sel inang.

Namun keluarnya virus yang disertai pelepasan berbagai mediator peradangan menimbulkan berbagai ketidak nyamanan.

Histamin, misalnya akan menimbulkan berbagai reaksi tergantung reseptornya. Pada saluran nafas menimbulkan reaksi sesak serta batuk.

Pada pembuluh darah mengakibatkan pelebaran hingga volume cairan menurun dan dapat terjadi syok sirkulasi.

Prostaglandin memiliki efek yang hampir serupa. Bedanya pada pembuluh darah paru justru menyempitkan hingga terjadi bendungan paru.

Jadi, sakit sebetulnya bukan karena infeksi virus itu sendiri. Tapi lebih kepada respons tubuh saat mengeluarkan virus.

Respons berlebihan terjadi karena ketersediaan sumber energi berupa glukosa. Virus juga masuk ke dalam sel karena adanya glukosa. Ketiadaan glukosa mengakibatkan tubuh berpindah ke mode autofagi.

Virus yang masuk akan dicerna oleh lisosom. Hingga tidak akan terjadi replikasi virus di dalam sel.

Karena virus menyediakan sumber energi yang dibutuhkan sel berupa ribosa atau deoksiribosa. Senyawa gula yang ada pada kode genetik.

Hingga cara yang paling cepat untuk menghentikan pandemi adalah penerapan pengobatan dini berdasarkan mekanisme autofagi. Caranya sangat mudah, murah dan rasional. Tidak membutuhkan obat apapun.

Sahabat cukup menghentikan asupan makanan jenis karbohidrat dalam bentuk apapun. Selanjutnya membatasi jam makan hingga kira-kira jam enam sore. Dua hal tersebut akan mengubah sel dalam mode autofagi.

Pembatasan jam makan akan merangsang rasa mengantuk hingga memicu pelepasan growth hormon. Pelepasan growth hormon akan merangsang pelepasan hormon kortisol.

Hormon kortisol ini yang akan mengatasi berbagai reaksi peradangan secara alami.

Pada tengah malam biasanya akan terbangun karena keinginan buang air kecil. Reaksi ini muncul akibat meningkatnya glukosa darah akibat proses glukoneogenesis pada autofagi.

Selanjutnya sahabat minum sebanyak mungkin air tawar. Hal ini untuk mencegah pelepasan vasopresin yang bisa meningkatkan tekanan darah. Setelah dua hal tadi, buang air kecil dan minum sahabat dapat tidur kembali.

Besoknya setelah buang air kecil, minum kembali sebanyak mungkin dan tidak sarapan bersumber karbohidrat dalam bentuk apapun. Sahabat dapat beraktivitas ringan sesudahnya.

Dengan pendekatan ini saya dan beberapa sejawat yang juga menjalankan prinsip autofagi, menemukan kesembuhan yang cepat pada pasien. Hanya satu dua hari. Bahkan ada beberapa yang mencoba tes antigen ulang, hasilnya negatif.

Jadi tidak perlu khawatir dengan varian Omicron Centaurus. Meski lebih infeksius, namun virulensinya pasti menurun.

Jika terpapar, lakukan pengobatan dini berdasar mekanisme autofagi. Murah, mudah dan logis. Namun jika ditemukan penyulit segera periksakan ke fasilitas kesehatan terdekat.

Salam, semoga menjadi inspirasi hidup sehat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau