KOMPAS.com - Depresi tidak hanya terjadi pada orang dewasa, tetapi juga dapat dialami anak-anak.
Depresi pada anak sering tidak dikenali karena si kecil masih belum dapat mengutarakan perasaan dan pikiran mereka.
Oleh sebab itu, penting bagi orangtua untuk selalu memantau perkembangan anak mereka, tidak hanya dalam hal fisik tapi juga secara mental.
Baca juga: Apakah Kurang Vitamin D Bisa Menyebabkan Depresi?
Seperti pada orang dewasa, depresi pada anak-anak dapat disebabkan oleh kombinasi dari berbagai hal yang berhubungan dengan:
Depresi pada anak umumnya menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:
Jika gejala depresi pada anak Anda telah berlangsung setidaknya selama 2 minggu, jadwalkan kunjungan dengan dokter untuk memastikan buah hati Anda mendapatkan penanganan tepat.
Anda juga dapat menemui dokter kejiwaan khusus anak-anak. Evaluasi kesehatan mental biasanya mencakup wawancara dengan orangtua, anak, atau pengasuhnya.
Sesi terapi dan kuesioner untuk anak dan orangtua disertai informasi pribadi juga dapat membantu mendiagnosis depresi pada anak.
Baca juga: ADHD dan Depresi Saling Berkaitan, Kok Bisa?
Depresi bukanlah suasana hati yang berlalu, juga bukan kondisi yang akan hilang tanpa perawatan yang tepat.
Dokter spesialis anak biasanya merekomendasikan psikoterapi atau layanan konseling yang dilakukan oleh pakar kepada pasien yang memerlukan penyembuhan diri secara psikologi.
Selanjutnya, para psikolog atau psikiater dapat mempertimbangkan pemberian obat antidepresan untuk anak. Mengutip laman IDAI, ada 3 jenis antidepresan yang efektif atasi depresi pada anak, yaitu fluoxetine, escitalopram, dan sertraline.
Antidepresan perlu digunakan dengan hati-hati, karena dapat memicu serangan manik atau perilaku hiperaktif pada anak-anak, terutama yang memiliki gangguan bipoler. Sehingga, hindari melebihkan atau mengurangi dosis tanpa anjuran dokter.
Sebelum membahas pencegahan depresi pada anak, ada baiknya untuk mengetahui apa saja fakto risiko gangguan mental tersebut.
Anak-anak dengan riwayat keluarga depresi memiliki berisiko lebih tinggi mengalami gangguan mental ini.
Keturunan atau genetik membuat anak-anak cenderung mengalami episode depresi pertama mereka lebih awal daripada anak-anak yang orang tuanya tidak memiliki kondisi tersebut.
Baca juga: SAD, Pengaruh Perubahan Musim Pada Depresi
Anak-anak yang hidup di daerah konflik atau perang berisiko besar mengalami depresi. Selain itu, anak-anak yang sering melihat orangtuanya cekcok juga bisa mengalami depresi.
Bullying di sekolah, kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, hingga kematian anggota keluarga juga dapat memicu depresi pada anak.
Beberapa remaja mungkin pernah mencoba menenggak minuman beralkohol atau minum obat-obatan psikotropika. Kebiasaan buruk ini dapat memicu depresi pada anak.
Melihat 3 faktor risiko di atas, dapat disimpulkan bahwa hal utama untuk mencegah depresi pada anak adalah menciptakan ruang yang nyaman untuk perkembangan mereka.
Selain itu, orangtua juga harus belajar memvalidasi seluruh perasaan yang diungkapkan si kecil, entah itu berupa kesedihan, tangisan, atau amarah.
Selain menunjang kebutuh anak secara mental, orangtua juga dianjurkan menyiapkan makanan bergizi seimbang untuk anak-anak. Anda juga dapat mengajak anak olahraga bersama dan memberi kesempatan dalam menyalurkan hobi.
Baca juga: Ketahui 10 Jenis Depresi, Salah Satunya karena Melahirkan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.