KITA baru saja menarik napas lega setelah grafik pandemi Covid-19 melandai. Namun, kita kemudian dikejutkan lagi dengan ancaman wabah baru yang sudah masuk ke Indonesia, yaitu monkeypox atau cacar monyet.
Kita mungkin bertanya, ini apa lagi dan kenapa wabah penyakit semacam itu tidak pernah selesai?
Penyakit cacar monyet dan Covid-19 memang berbeda kalau ditinjau dari manifestasi yang ditunjukkan individu yang terinfeksi. Namun, kalau kita menelisik akar masalahnya, keduanya sama-sama masuk dalam kategori zoonosis, penyakit pada binatang yang dapat ditularkan pada manusia.
Di tengah gempuran wabah zoonosis yang membuat status kesehatan dunia terguncang, para ilmuwan sebenarnya sudah berhasil merumuskan sebuah pendekatan yang diberi nama One Health. Langkah inovatif tersebut diprediksi dapat menjinakkan ancaman zoonosis berikutnya.
Baca juga: Cegah Pandemi Baru, Konsep One Health Harus Diutamakan
Namun, pendekatan One Health yang secara substansi sangat bagus itu belum tentu dapat diimplementasikan karena tidak semua tahu, mau, dan mampu menjalankannya. Karena itu, kita perlu mengetahui seluk-beluk pendekatan One Health tersebut, sehingga masing-masing kita bisa menjadi satu komponen penting yang memiliki peran menyukseskan program tersebut.
Secara umum, One Health dikenal sebagai pendekatan yang melibatkan semua orang dari lintas profesi dan instasi; dari tingkat lokal hingga global untuk mencapai kesehatan bersama dengan pemahaman yang sama tentang hubungan antara manusia, hewan, dan lingkungan hidup.
Berdasarkan konsep tersebut, penyakit zoonosis sebenarnya tidak ujug-ujug muncul pada manusia. Ada proses penjang yang melibatkan tiga komponen utama, yaitu manusia, hewan dan lingkungan hidup.
Karena itu, kita perlu mengenal beberapa mekanisme penyakit zoonosis yang terjadi selama dua dekade belakangan.
Pertama, wabah SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) yang terjadi tahun 2002. Setelah diselidiki hingga 2003, ternyata virus pemicunya terdeteksi pada hewan liar yang dijual untuk konsumsi manusia.
Baca juga: Perbedaan COVID-19 dan SARS serta Cara Penularannya
Kedua, penyebaran flu burung yang disebabkan virus H5N1 juga berkaitan dengan hewan, khususnya golongan unggas.
Antara tahun 2003-2004, konsep One Health mulai dikenalkan sebagai respons dari beberapa penyakit zoonosis yang telah terjadi.
Ketiga, serangan zoonosis masih terjadi tahun 2012 di Arab Saudi, yaitu Middle East respiratory syndrome (MERS). Virus itu teridentifikasi pada unta dan ketika sudah tertular pada manusia, orang yang tertular itu berpotensi menularkan pada orang lain.
Keempat, SARS-CoV-2 yang menyebakan pandemi Covid-19 juga teridentifikasi pada hewan kelelawar yang dijual bebas pada salah satu pasar tradisional di Wuhan, China. Dampak pandemi ini sangat besar dan hampir terjadi di seluruh dunia.
Kelima, baru-baru ini kita mendengar munculnya wabah monkeypox atau cacar monyet. Sesuai namanya, virus cacar ini awalnya teridentifikasi pada monyet. Tetapi dalam perkembangan penyelidikan, ternyata virus yang sama ada juga di hewan pengerat seperti tupai, tikus, dan sebagainya.
Itulah deretan beberapa kasus zoonosis yang cukup menyita perhatian selama ini. Tapi, tidak menutup kemungkinan masih ada hal lain belum teridentifikasi dengan baik.
Baca juga: Pakar: Kematian akibat Zoonosis Capai 2,7 Juta Per Tahun di Dunia
Sebagaimana fenomena gunung es, tentunya masih banyak yang luput dari pengamatan dan perhatian kita semua. Dari semua fakta yang berhasil dikumpul di atas, kita bisa menemukan satu benang merah, bahwa akar masalahnya bersumber dari ekosistem alam yang telah dirusak.
Kita tahu, manusia dan hewan hidup atau mendiami lingkungan alam yang sama. Tapi, manusia cukup egois merampok semuanya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Ketika hutan atau lingkungan alam makin tergerus oleh berbagai kegiatan eksploitasi, hewan-hewan kehilangan rumah tempat tinggal dan lahan mencari makan. Karena itu, terpaksa sebagian hewan itu diambil oleh manusia secara perorangan maupun institusi untuk dipelihara di rumah atau tempat khusus.
Relasi manusia dengan hewan peliharaan itu cukup dekat, sehingga jika tidak menerapkan prinsip kewaspadaan yang tepat, maka bisa terjadi pertukaran bibit penyakit dari hewan ke manusia atau sebaliknya.
Setelah itu, manusia atau hewan terinfeksi itu akan meneruskan lagi benih penyakit itu pada rekan yang lain dengan sifat yang sudah berbeda akibat adanya mutasi genetik dan sebab-sebab lain.
Gambaran singkat mengenai hubungan manusia, hewan, dan lingkungan itu membuat para ilmuwan dari berbagai negara berupaya menerapkan One Health.
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian awal, pendekatan ini membutuhkan kolaborasi semua pihak yang berkepentingan. Misalnya, untuk mengatasi masalah penyakit zoonosis di atas, dokter yang merawat penyakit pada manusia saja belum cukup. Kita masih membutuhkan dokter hewan, ahli lingkungan, perawat, petugas laboratorium, tenaga farmasi, ahli gizi, dan masih banyak lagi—sesuai kebutuhan di masing-masing tempat dan karakter kasus.
Bila kita amati dan menganalisis alur kerjanya, maka penanganan setiap masalah akan menjadi enteng karena dikeroyok bersama-sama oleh para ahli yang berkompeten. Namun, tantanganya terletak pada kemampuan menyatukan semua kekuatan tersebut.
Pendekatan One Health ini sungguh baik, tapi akan menjadi macan ompong kalau tidak didukung oleh semua pihak. Pendekatan One Health merupakan satu solusi yang bisa digunakan untuk mengatasi berbagai masalah. Kita perlu bersatu jika ingin kuat dan sehat.
Menurut saya, masalah pertama yang harus diatasi lebih dulu adalah masalah lingkungan hidup yang sudah terlanjur rusak. Kita tahu, ada banyak penyebab rusaknya lingkungan, mulai dari eksploitasi sumber daya alam hingga penataan yang buruk.
Kondisi lingkungan yang buruk menjadi penyebab masalah kesehatan, dan sebuah penelitian pada 2012 dengan metrik Disability-Adjusted Life Years (DALYs) menunjukkan bahwa 23 persen kematian global disebabkan oleh masalah lingkungan.
Karena itu, meski saat ini kondisi alam kita sudah terlanjur banyak yang rusak, kita harus kembali melakukan restorasi. Sebagaimana pesan saat perayaan Hari Lingkungan Hidup Sedunia (HLHS), kita semua diminta untuk sama-sama merestorasi hutan yang telah rusak.
Ajakan dan semangat melakukan restorasi alam itu tentunya tidak semudah yang dibayangkan, karena harus melibatkan banyak pihak sebagaimana pendekatan One Health.
Sebagai individu yang belum memiliki pengaruh besar dalam pengambilan keputusan, kita mungkin bisa berpartisipasi dengan langkah sederhana seperti menanam pohon, mengurangi penggunaan plastik, membuang dan mengolah sampah dengan benar, ikut menghemat energi listrik, mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, dan lainnya.
One Health bisa menjadi satu solusi untuk semua masalah yang kita hadapi. Tapi, pertanyaannya, maukah kita bersatu untuk kehidupan dan kesehatan yang lebih baik?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.