SETIAP orang tentu mendambakan mendapat layanan kesehatan yang baik saat menderita suatu penyakit.
Dokter ahli, rumah sakit dengan sarana lengkap, dan biaya terjangkau adalah harapan orang yang sedang sakit, agar segera sembuh dan beraktivitas seperti biasa.
Selama beberapa hari, saya mendapatkan layanan yang cukup memuaskan seperti itu, belum lama ini. Ini tak lain berkat adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) - Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Sebagai peserta BPJS, tidak ada biaya yang harus saya keluarkan untuk layanan prima di rumah sakit besar tempat saya dirawat. Jika ada kekurangan adalah waktu tunggu yang agak lama saat mendapat giliran untuk diperiksa.
Saya yakin, bukan hanya saya yang mendapat layanan demikian. Sebanyak 242 juta orang peserta BPJS Kesehatan (Juni 2022) mempunyai peluang yang sama seperti saya. Tidak ada perbedaan antara saya dan warga lain peserta BPJS.
Namun tentu pernyataan saya itu tidak 100 persen benar. Jelas bahwa ada perbedaan antara pasien kelas 1 dengan pasien kelas 3, yang menjalani rawat inap. Juga antara pasien kelas 1 dengan pasien kelas eksekutif di rumah sakit yang sama.
Semakin tinggi kelas, semakin banyak fasilitas dan kenyamanan yang diperoleh. Banyak orang ingin memilih kelas 1, namun kemampuan finansial memaksa mereka untuk memilih kelas 3.
Di sini ada ketidakadilan, yaitu antara pasien kelas 1 dan kelas 3 di rumah sakit manapun. Perbedaan layanan itu disebabkan oleh perbedaan besar iuran BPJS.
Dari pertimbangan cost of money, perbedaan itu bisa diterima. Yang membayar lebih besar tentu berhak mendapat pelayanan yang lebih baik.
Namun dari sudut pandang kewarganegaraan, setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari negara, tanpa memandang kemampuan finansialnya.
Saya termasuk warga negara yang beruntung. Lokasi kediaman saya di wilayah ibu kota memungkinkan saya mendapat layanan rumah sakit yang jauh lebih baik dari rumah sakit di daerah lain, seperti di kawasan timur Indonesia.
Padahal besar iuran BPJS-nya sama. Terlihat ada ketidakadilan dalam pelayanan kesehatan antarwilayah. Ini tantangan besar yang perlu diatasi oleh pemerintah.
Itulah yang ingin dibenahi oleh pemerintah dengan kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Dalam konsepnya, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 64/2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan, kelak hanya ada satu kelas untuk setiap peserta BPJS.
Semua pasien menempati kamar yang standar, yaitu 4 orang per kamar. Pengecualian hanya pada pasien penerima bantuan iuran (PBI), dengan kapasitas 6 orang per kamar. Di luar itu, semua sama.