KOMPAS.com - Pernahkah Anda mendengar ada orang yang jatuh cinta sampai terlalu obsesi dengan orang yang dicintainya?
Yah, di media sosial sudah berkali-kali tersiar kabar seorang yang menjadi penguntit atau berbuat hal yang justru membuat orang yang dicintainya merasa terancam.
Terkadang, cinta memang bisa membuat seseorang berbuat konyol. Tapi, jika terlalu terobsesi bisa jadi orang tersebut mengalami obsessive love disorder.
Obsessive love disorder atau gangguan cinta obsesif telah diklasifikasikan sebagai gangguan kesehatan mental dalam Manual Diagnostik dan Statistik of Mental Disorders edisi 5 (DSM 5).
DSM aadalah panduan umum yang menjadi kriteriastandar untuk mengklasifikasikan gangguan kesehatan mental.
Jika tidak segera ditangani, obesessive love disorder bisa mengganggu fungsi sehari-hari dan menyebabkan penderitanya memiliki hubungan disfungsional dengan orang yang dicintainya.
Dalam beberapa kasus ekstrem, gangguan ini juga bisa menjadi ancaman bagi orang yang dicintai penderita, terutama ketika perasaan tidak dibalas.
Baca juga: Hindari Self Diagnosis, Ini 6 Tanda-tanda Gangguan Kesehatan Mental
Penyebab obsessive love disorder sangat beragam. Namun, kemungkinan besar kondisi ini terjadi sebagai efek dari adanya gangguan kesehatan mental lainnya, seperti stres pascatrauma, gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan kepribadian ambang.
Kondisi ini juga bisa terjadi ketika seseorang tidak bisa membentuk keterikatan yang sehat dengan orang lain.
Akibatnya, hal ini bisa ini mempengaruhi kualitas hubungan yang mereka miliki dan bagaimana mereka bertindak dengan orang lain.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.