SAYA termasuk orang yang terlambat mengurangi asupan gula. Baru beberapa bulan terakhir ini, saya bisa lepas dari gula.
Dahulu saya beranggapan bahwa minum teh yang rutin saya lakukan setiap pagi dan sore itu mestinya manis, agar terasa nikmat seperti yang saya rasakan selama ini.
Saya terbiasa minum soft drink, kopi, coklat, jus buah, dan sebagainya. Semuanya berasa manis. Aneka ragam minuman dalam kemasan yang banyak tersedia di toko swalayan dekat rumah, membuat saya tertarik untuk mencobanya, berganti-ganti.
Lagi pula saya pernah membaca, entah di mana, bahwa asupan gula maksimum yang disarankan otoritas kesehatan Amerika Serikat adalah maksimum 9 sendok makan per hari. Jadi mengonsumsi gula kurang dari itu masih baik-baik saja.
Belakangan saya baru tahu bahwa Kementerian Kesehatan memberi patokan konsumsi gula maksimum sebanyak 5 sendok makan atau sekitar 50 gram per hari.
Dan angka itu merupakan akumulasi dari jumlah gula yang terkandung dalam makanan dan minuman, mungkin juga termasuk buah-buahan.
Padahal saya juga terbiasa makan roti, jajanan pasar, dan cemilan lain yang umumnya manis, termasuk martabak, favorit kami sekeluarga.
Bahkan lidah saya sangat terbiasa makan sayur asem dan sayur bayam yang sedikit manis, demikian juga sambal, ikan bakar, keripik, dan lain-lain.
Jika gula yang berasal dari semua makanan dan minuman itu digabung, maka batas konsumsi maksimal tersebut agaknya sudah terlampaui, selama bertahun-tahun.
Tapi itu semua tinggal kenangan. Kini minuman dan makanan manis telah saya hindari. Kondisi kesehatan badan memaksa saya untuk meninggalkan gula.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.