Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herry Darwanto
Pemerhati Sosial

Pemerhati masalah sosial. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil sejak 1986 hingga 2016.

Mengurangi Asupan Gula

Kompas.com - 28/04/2023, 12:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Segelas brown sugar boba milk ukuran 500 mililiter mengandung 92 gram gula, tiga kali lipat dibandingkan dengan kadar gula dalam 320 mililiter kaleng minuman soda bermerek terkenal (Kompas.id, 12/1/2020).

Dapat disimpulkan bahwa konsumsi gula yang tinggi menjadi salah satu penyebab utama timbulnya penyakit diabetes, yang menjadi pencetus kelainan ginjal, gagal jantung, dan kebutaan.

Tidak heran, diabetes biasa disebut sebagai ibu dari berbagai penyakit berat. Diabetes juga penyebab kematian yang tertinggi ketiga setelah stroke dan penyakit jantung koroner.

Perhatian pemerintah pada konsumsi gula masyarakat yang berlebih dapat dimengerti karena pengobatan penyakit gagal ginjal memerlukan biaya besar.

Pembiayaan untuk penyakit gagal ginjal pada 2020 mencapai Rp 2,2 triliun. Sedangkan untuk pelayanan cuci darah menghabiskan biaya Rp 5,2 triliun pada 2020 (Kompas.id, 9/3/2022).

Upaya pemerintah untuk membatasi asupan gula adalah menetapkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017 (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat).

Sebelumnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 63 Tahun 2015 (Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak, serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji) mewajibkan produsen makanan dan minuman memberi informasi yang jelas mengenai bahan tambahan dalam pangan serta pesan kesehatan.

Upaya lain adalah (akan) menetapkan cukai minuman manis. Pasalnya konsumsi produk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) di Indonesia meningkat 15 kali lipat dalam 20 tahun terakhir.

MBDK terdiri dari air teh kemasan, sari buah kemasan, minuman ringan, dan minuman kesehatan.

Pengenaan cukai pada MBDK ditujukan untuk menekan risiko obesitas serta penyakit tidak menular, seperti diabetes, kerusakan liver dan ginjal, jantung, serta beberapa jenis kanker.

Dengan adanya cukai, misalnya sebesar Rp 1.500 per liter untuk teh kemasan dan Rp 2.500 per liter untuk minuman berkarbonasi, diharapkan konsumsi MBDK menurun dan selanjutnya mengurangi beban pembiayaan kesehatan.

Pemerintah dan DPR perlu segera memutuskan peraturan tentang cukai minuman manis tersebut, agar pelayanan kesehatan semakin baik, yang bermuara pada meningkatnya kesehatan masyarakat.

Dalam prosesnya, pelaku usaha skala kecil perlu dilibatkan, jangan sampai kebijakan baru ini mematikan usaha mereka.

Gula memang manis dan membuat nikmat. Namun konsumsi gula yang berlebih membuat orang menderita dan pemerintah kesulitan untuk membiayai penanganannya.

Pada saat negara kekurangan dokter, puskesmas belum merata, peralatan canggih masih terbatas, upaya untuk mengurangi konsumsi gula yang menjadi pemicu penyakit-penyakit kronis perlu dilakukan.

Dan jangan sampai terlambat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau