Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/06/2023, 10:01 WIB
Mahardini Nur Afifah

Penulis

TOKYO, KOMPAS.com - Jepang intens membuat inisiatif untuk mengendalikan penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi masyarakat setempat sejak beberapa tahun terakhir. Salah satunya, lewat program edukasi makan atau Shokuiku.

Untuk diketahui, shokuiku adalah pendidikan makan yang mengajarkan kebiasaan makan dengan komposisi gizi lengkap dan seimbang, etika makan, sampai kultur menghargai makanan.

Program edukasi ini secara serempak diterapkan di sekolah-sekolah sejak dini pada jam makan siang.

Baca juga: Menilik Praktik Shokuiku, Edukasi Makan Sehat sejak Dini ala Jepang

Seperti persoalan kesehatan di beberapa negara lain termasuk Indonesia, hipertensi adalah salah satu masalah kesehatan yang mengancam kesehatan warga Jepang.

Penyakit ini perlu diwaspadai dan dikendalikan karena menjadi faktor utama penyebab serangan jantung dan stroke.

Pakar gizi dari Kanagawa Institute of Technology Jepang Profesor Naomi Aiba menjelaskan, kasus hipertensi di Jepang turut dipengaruhi maraknya makanan cepat saji, makanan olahan, sampai kebiasaan jajan.

“Di Jepang banyak kasus badan kurus tapi punya sindrom metabolik (gangguan tekanan darah, gula darah, sekaligus kolesterol tinggi),” kata Aiba di forum kuliah terbuka Shokuiku (Dietary Education) yang digelar Yakult, di Hamamatsucho, Minato, Tokyo, Kamis (25/5/2023).

Untuk mengendalikan hipertensi, Aiba menyebutkan program Shokuiku yang diterapkan di sekolah-sekolah turut mengendalikan tekanan darah dengan cara menekan penggunaan garam atau natrium.

Baca juga: Kenali Apa itu Shokuiku, Edukasi Membentuk Pola Makan Sehat ala Jepang

Bagaimana strategi program Shokuiku di Jepang untuk melawan hipertensi?

Profesor Naomi Aiba menyampaikan, Jepang menetapkan menu makan siang Shokuiku menggunakan aturan komposisi gizi yang ketat untuk mengendalikan penyakit kronis seperti hipertensi.

Regulasi tersebut turut mengatur jumlah kalori, protein, lemak, garam, kalsium, magnesium, zat besi, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, vitamin C, dan serat dari menu yang disiapkan ahli gizi sekolah.

Aiba memberikan gambaran, aturan konsumsi garam untuk menu makan siang anak sekolah pada 2008 untuk usia 6-7 tahun maksimal 2 gram, usia 8-9 tahun maksimal 2,5 gram, dan usia 10-14 tahun maksimal 3 gram.

Konsumsi garam untuk menu makan siang di sekolah tersebut lantas diturunkan pada 2021. Penggunaan garam untuk anak usia 6-7 tahun direvisi maksimal 1,5 gram, usia 8-11 tahun maksimal 2 gram, dan usia 12-14 tahun maksimal 2,5 gram.

“Penggunaan garam atau natrium di Jepang turun signifikan dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Penurunan konsumsi garam ini efektif menurunkan tekanan darah,” beber Aiba.

Menurut Aiba, penurunan tekanan darah, khususnya sistolik, dapat meningkatkan kualitas hidup sekaligus menurunkan risiko dan kematian akibat penyakit hipertensi seperti stroke dan serangan jantung.

“Membiasakan lidah anak-anak dengan makanan yang sudah dikontrol garam, gula, dan kalorinya, ke depan mereka terbiasa membuat pilihan makanan yang lebih sehat,” kata Aiba.

Baca juga: Yuk, Intip Menu Makan Siang Murid SD di Jepang ala Shokuiku yang Lezat dan Sehat

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com