Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bayushi Eka Putra
Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah

Fellow Kardiologi Intervensi Sapporo Cardiovascular Clinic, Sapporo, Japan

Polusi Udara: Senjata Tak Kasat Mata yang Mengancam Kesehatan Jantung

Kompas.com - 02/07/2023, 15:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Daftar Isi
Buka

TENTU kita sempat membaca, pada 14 Maret 2023, tercatat bahwa Indonesia merupakan negara dengan polusi terburuk di Asia Tenggara. Pada 2022 pun, Indonesia merupakan peringkat ke-26 global.

Apakah masalah polusi ini mengakibatkan hanya pada paru-paru saja? Tentu tidak, ada konsekuensi masalah penyakit jantung koroner yang dapat muncul.

Polusi udara memegang peran penting dalam peningkatan risiko penyakit jantung koroner.

Sumber polusi udara utama adalah emisi dari mesin pembakaran yang menggunakan bahan bakar fosil, yang mencakup berbagai partikel seperti ammonia, karbon monoksida, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida.

Polusi udara ini biasanya dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia seperti operasional mesin di bidang industri, serta perubahan yang terjadi dalam alam.

Menariknya, ukuran partikel dalam polusi udara, khususnya partikel PM2.5, dapat berpengaruh signifikan terhadap kesehatan jantung.

Risiko sumbatan pembuluh darah jantung dapat meningkat sebanyak 13 persen akibat polusi udara dengan partikel PM2.5. Bahkan, risiko gagal jantung juga dapat meningkat sebanyak 2,1 persen.

Mekanisme di balik ini adalah bahwa peningkatan kadar Nitrogen Dioxide, karbon monoksida, dan Sulfur Dioksida dalam polusi udara dapat memicu stres oksidatif, yang kemudian berlanjut menjadi proses peradangan hingga terjadinya penumpukan plak aterosklerosis di pembuluh darah koroner jantung.

Bahkan, penelitian oleh Davoodabadi Z et al menunjukkan bahwa adanya hubungan bermakna peningkatan PM2.5 pada udara selama 48 jam sebelum masuk rumah sakit dengan kejadian serangan jantung berat hingga 3,7 kali lipat (rentang risiko pada 1,69-7,69 kali lipat).

Masker menjadi solusi?

Tentu, masker bisa membantu melindungi dari partikel polusi udara. Ada berbagai jenis masker yang tersedia, tetapi tidak semuanya efektif dalam melindungi terhadap polusi udara.

Masker bedah biasa tidak dirancang untuk melindungi terhadap partikel polusi udara dan mungkin tidak menawarkan perlindungan yang cukup.

Masker jenis ini lebih ditujukan untuk mencegah penyebaran droplet, seperti yang terjadi saat batuk atau bersin, dari pengguna masker ke orang lain.

Masker N95, di sisi lain, telah dirancang untuk menyaring partikel kecil dan dapat memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap polusi udara.

N95 berarti masker tersebut bisa menyaring hingga 95 persen partikel berukuran 0.3 mikron.

PM2.5 yang berarti particulate matter dengan 2.5 mikron tentu dapat tersaring dengan menggunakan N95.

Namun, masker ini harus dipasang dengan benar untuk memberikan perlindungan yang efektif dan mungkin tidak nyaman untuk dipakai dalam jangka waktu lama.

Masker juga tidak akan memberikan perlindungan total terhadap polusi udara. Meski bisa mengurangi jumlah partikel yang Anda hirup, mereka tidak bisa melindungi dari gas seperti karbon monoksida atau nitrogen dioksida.

Selain itu, penggunaan masker jangka panjang bukanlah solusi yang ideal atau praktis untuk polusi udara.

Masyarakat memegang peran penting dalam mengurangi polusi udara. Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan:

Menggunakan kendaraan pribadi secara efisien atau beralih ke transportasi umum. Hal ini bertujuan mengurangi emisi gas buangan dari kendaraan bermotor seperti mobil dan motor.

Berjalan kaki atau menggunakan sepeda. Bila pergi ke tempat yang tidak terlalu jauh, berjalan kaki atau menggunakan sepeda dapat menjadi pilihan yang baik untuk mengurangi polusi udara.

Menghemat energi. Penggunaan lampu dan peralatan elektronik juga berkontribusi terhadap polusi udara.

Oleh karena itu, mematikan lampu dan peralatan elektronik ketika tidak digunakan bisa membantu mengurangi polusi.

Melakukan "reuse" dan "recycle". Mengurangi penggunaan dan produksi barang dapat membantu menurunkan emisi polusi.

Menghindari penggunaan kantong plastik. Penggunaan kantong plastik dapat berbahaya bagi lingkungan karena membutuhkan waktu yang panjang untuk terurai. Sebaiknya, gunakanlah kemasan yang lebih mudah terurai seperti kantong kertas.

Dalam merangkum, tantangan yang kita hadapi dalam mengatasi polusi udara di Indonesia tidaklah kecil.

Faktanya, ini adalah tantangan global yang menuntut kerjasama dan tindakan serius dari semua pihak yang terlibat.

Meski demikian, kita harus ingat bahwa setiap langkah, sekecil apapun, dalam arah yang benar dapat membuat perbedaan signifikan.

Melalui adanya kesadaran, kerjasama, dan inovasi, kita memiliki potensi untuk meredam dampak polusi udara, tidak hanya terhadap kesehatan kita, tetapi juga terhadap kesehatan lingkungan dan generasi mendatang.

Mari kita ambil langkah-langkah proaktif untuk melindungi udara yang kita hirup dan lingkungan yang kita huni. Karena pada akhirnya, sehatnya lingkungan berarti sehatnya kita semua.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya
Cara Mencegah Cacar Api dengan Vaksinasi hingga Gaya Hidup
Cara Mencegah Cacar Api dengan Vaksinasi hingga Gaya Hidup
Health
Studi Baru Temukan Nutrisi Ini Bisa Turunkan Risiko Diabetes dan Penyakit Jantung
Studi Baru Temukan Nutrisi Ini Bisa Turunkan Risiko Diabetes dan Penyakit Jantung
Health
Dokter Beri Alasan Cukup Tidur untuk Orang Dewasa Sangat Penting
Dokter Beri Alasan Cukup Tidur untuk Orang Dewasa Sangat Penting
Health
Menyibak Masa Depan Rawat Inap Standar di Rumah Sakit
Menyibak Masa Depan Rawat Inap Standar di Rumah Sakit
Health
79 Persen Wilayah Indonesia Bebas Malaria, Menkes Optimistis Eliminasi Kasusnya
79 Persen Wilayah Indonesia Bebas Malaria, Menkes Optimistis Eliminasi Kasusnya
Health
Prevalensi Anemia Defisiensi Besi pada Anak Tinggi, IDAI Sebut Ini Efeknya…
Prevalensi Anemia Defisiensi Besi pada Anak Tinggi, IDAI Sebut Ini Efeknya…
Health
Pengobatan Penyakit Sel Sabit: Ada Obat Harian dan Terapi Gen
Pengobatan Penyakit Sel Sabit: Ada Obat Harian dan Terapi Gen
Health
Hari Sel Sabit Sedunia: Kenali Gejala Awal dan Tanda Darurat Penyakit Sel Sabit
Hari Sel Sabit Sedunia: Kenali Gejala Awal dan Tanda Darurat Penyakit Sel Sabit
Health
Dokter Peringatkan Kurang Tidur Bisa Sebabkan Hipertensi
Dokter Peringatkan Kurang Tidur Bisa Sebabkan Hipertensi
Health
Hari Sel Sabit Sedunia: Mutasi Genetik Jadi Akar Penyebab Penyakit Sel Sabit
Hari Sel Sabit Sedunia: Mutasi Genetik Jadi Akar Penyebab Penyakit Sel Sabit
Health
IDAI: Anemia Bisa Rusak Otak Anak dan Turunkan Kecerdasan, Ini Langkah Pencegahannya
IDAI: Anemia Bisa Rusak Otak Anak dan Turunkan Kecerdasan, Ini Langkah Pencegahannya
Health
Kepala BGN: MBG Jadi Solusi Anak Bisa Minum Susu dan Makan Bergizi
Kepala BGN: MBG Jadi Solusi Anak Bisa Minum Susu dan Makan Bergizi
Health
Hari Sel Sabit Sedunia: Penyakit Langka yang Diam-diam Merenggut Nyawa di Usia Muda
Hari Sel Sabit Sedunia: Penyakit Langka yang Diam-diam Merenggut Nyawa di Usia Muda
Health
700 Lebih Kasus Hamil di Bawah Umur di Lombok Timur, Dokter: Ini Berisiko Tinggi
700 Lebih Kasus Hamil di Bawah Umur di Lombok Timur, Dokter: Ini Berisiko Tinggi
Health
Bahaya Anemia: Tubuh Terlihat Sehat tapi Kekurangan Zat Besi
Bahaya Anemia: Tubuh Terlihat Sehat tapi Kekurangan Zat Besi
Health
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau