Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr Kurniasih Mufidayati
Anggota DPR-RI

Ketua Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Anggota DPR RI dan dosen.

"Mandatory Spending" dan Masa Depan Kualitas Kesehatan Masyarakat

Kompas.com - 12/07/2023, 12:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Keempat, transformasi sistem pembiayaan kesehatan yang dilakukan dengan mengembangkan regulasi pembiayaan kesehatan dengan tujuan membangun pemerataan, kemudahan aksesibilitas bagi masyarakat, dan keberlanjutan alokasi pembiayaan. Kelima, transformasi sumber daya manusia (SDM) kesehatan dan peningkatan kualitas SDM kesehatan.

Keenam, transformasi teknologi kesehatan dengan mendorong pengembangan teknologi dan digitalisasi di sektor kesehatan.

Implikasi Hilangnya Mandatory Spending Kesehatan

Dari filosofinya, kewajiban alokasi APBN dan APBD untuk pembiayaan kesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna. Penyediaan anggaran ini juga untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Hal itu merupakan amanat Pasal 170 ayat (1) UU No 36 tahun 2009 yang nenjadi dasar adanya mandatory spending. Enam pilar tranformasi kesehatan yang sudah ditetapkan pemerintah memerlukan upaya dan sumber daya yang besar untuk dapat mewujudkannya.

Apalagi jumlah penduduk yang harus dilayani dan wilayah yang harus dipenuhi kebutuhannya sangat besar dan luas. Tujuan yang ingin dicapai melalui transformasi kesehatan juga sangat besar, di antaranya membangun pemerataan dan kemudahan aksesibilitas bagi masyarakat.

Tidak ada adanya mandatory budget akan berdampak terhambatnya upaya transformasi kesehatan. Enam pilar transformasi kesehatan itu sudah pasti membutuhkan dukungan pembiayaan yang besar.

Betul, dukungan pembiayaan untuk melaksanakan transformasi kesehatan tidak sepenuhnya mengandalkan pemerintah. Namun tetap saja pada tahap awal, peran pemerintah haruslah paling besar dalam mendukung pelaksanaan transformasi.

Jangan sampai pembiayaan untuk enam pilar transformasi kesehatan menggunakan dana Jaminan Kesehatanan Nasional (JKN), yang merupakan dana gotong royong dari seluruh peserta JKN. Apalagi revisi UU BPJS juga memposisikan BPJS bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Kesehatan.

Di sisi lain, upaya membangun sistem kesehatan nasional selama ini masih banyak menemui hambatan, termasuk dari peraturan yang ada dan konsistensi pemerintah dalam mewujudkannya. Upaya percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan yang didorong dengan Inpres Nomor 6 Tahun 2016, dalam implementasinya masih belum menunjukkan perkembangan yang signifikan.

Ketergantungan terhadap sediaan farmasi dan alat kesehatan dari impor masih sangat tinggi. Pandemi Covid-19 memberi pelajaran tentang tingginya ketergantungan kita pada sediaan farmasi yang berasal dari impor.

Demikian juga dengan upaya memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat. Berkali-kali upaya pemerintah menaikan iuran BPJS Kesehatan menunjukkan kesulitan yang dialami pemerintah dalam pembiayaan kesehatan dalam mewujudkan jaminan kesehatan nasional.

Artinya, ketiadaan kewajiban bagi pemerintah untuk mengalokasikan sejumlah tertentu anggaran untuk bidang kesehatan, bisa mengancam keberlangsungan JKN, kususnya bagi masyarakat penerima bantuan iuran BPJS Kesehatan. Hal ini justru berakibat buruk pada kualitas kesehatan masyarakat karena tidak terpenuhinya jaminan kesehatan untuk mereka.

Tidak adanya mandatory spending untuk sektor kesehatan juga menjadikan sektor kesehatan memiliki ketergantungan tinggi terhadap kondisi fiskal negara. Secara langsung menjadikan bidang kesehatan akan dikendalikan oleh Kementerian Keuangan.

Beberapa program besar yang menjadi indikator kesehatan nasional seperti penurunan stunting, kesehatan ibu dan anak, kematian bayi dan ibu melahirkan berpotensi tidak berjalan maksimal dan target tidak tercapai.

Mandatory spending yang dihapuskan dalam omnibus law UU Kesehatan juga bisa berdampak kepada daerah yang sudah menetapkan alokasi anggaran untuk kesehatan dalam persentase tertentu dari APBD yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

Beberapa daerah yang semula sudah menindaklanjuti Pasal 171 UU Nomor 36 Tahun 2009 dengan menetapkan alokasi anggaran untuk kesehatan dari APBD, sangat mungkin akan melakukan perubahan perda tentang kesehatan daerah dan menghapuskan ketentuan alokasi anggaran kesehatan tersebut.

Apalagi beberapa daerah sejak dikeluarkannya UU Nomor 36 Tahun 2009 juga banyak yang belum memenuhi ketentuan minimal 10 persen APBD untuk bidang kesehatan maupun pengaturan dalam Perda Sistem Kesehatan Daerah.

Hilangnya mandatory spending kesehatan akan membuat masa depan kualitas kesehatan nasional menghadapi situasi berat. Bahkan ketika ditetapkan mandatory spending pada UU No. 2 Tahun 2009 pun, kita kesulitan memenuhi standar kesehatan, kesehatan ibu dan anak, stunting dan berbagai problem kesehatan lainnya.

Apalagi di tingkat daerah masih banyak fasilitas kesehatan yang minim serta kekurangan tenaga kesehatan. Sementara banyak pemerintah daerah yang belum maksimal dalam mendukung pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakatnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com