Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus ISPA di Jabodetabek Tembus 200.000, Ini Saran Ahli...

Kompas.com - 30/08/2023, 20:00 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber Antara,

KOMPAS.com - Para ahli soroti kasus saluran pernapasan akut (ISPA) di Jabodetabek yang meningkatkan berkali-kali lipat akibat polusi udara yang semakin buruk.

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa kasus ISPA semakin meningkat dan jumlahnya sudah tembus di 200.000.

"Jadi, kasus infeksi saluran pernapasan akut yang ada di DKI, tadinya 50.000-an. Naik dia. Naiknya sempat 150.000, 200.000, jadi tiga sampai empat kali (lipat)," kata Budi dalam rapat di Gedung DPR, Jakarta, pada Rabu (30/8/2023).

Baca juga: Bagaimana Cara Mencegah Dampak Polusi Udara? Begini Penjelasan Dokter

Ketua Komite Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Dampak Polusi Udara Agus Dwi Susanto mengatakan, tren polusi udara di Jabodetabek telah melebihi batas aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam dua tahun terakhir.

Hasil riset Bappenas pada 2022, peningkatan polutan PM 2,5, PM 10, dan sulfur dioksida berkontribusi pada peningkatan kasus ISPA dan pneumonia di wilayah DKI Jakarta dalam periode hampir 10 tahun.

Partikel udara kotor memiliki ukuran yang bervariasi. Ada yang berukuran 10 mikrometer (µm) atau PM 10 ke atas dan ada juga yang berukuran PM 2,5 ke bawah yang lebih kecil.

"Data terakhir di Puskesmas dan di rumah sakit yang kita kumpulkan dalam periode Januari-Juli, terlihat sekali memang kasusnya lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Tahun ini ketika polutan tinggi, kasusnya meningkat," ujar Agus dalam konferensi pers di Kemenkes pada Senin (28/8/2023).

Baca juga: 6M dan 1S untuk Cegah Dampak Polusi Udara

Apa kata ahli?

Pakar paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Dr. dr. Erlina Burhan, M.Sc, Sp.P(K) mengatakan, masyakarat perlu membatasi keluar rumah saat polusi udara yang semakin memburuk.

"Kalau terpaksa harus keluar rumah walau monitoring menunjukkan merah atau ungu, sebentar saja, karena durasi paparan memengaruhi dampak yang terjadi," kata Erlina dalam webinar media "Sadari, Siaga, Solusi terhadap Mutasi Virus pada Masa Endemi Covid-19", seperti yang dikutip Antara pada Rabu (30/8/2023).

Erlina mengatakan bahwa orang-orang sekarang perlu membiasakan diri selalu memantau kualitas udara sebelum memutuskan untuk keluar rumah.

Baca juga: Polusi Udara Bisa Jadi Faktor Risiko Inflammatory Bowel Disease (IBD)

Ia juga menyarankan masyarakat untuk tetap menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta penting menggunakan masker saat keluar rumah.

"Apalagi kalau kita tahu dari data yang cukup tinggi PM 2,5, yang ukurannya sangat kecil mungkin dianjurkan pakai masker respirator atau N95," ucapnya.

Pakai masker, menurut Erlina, dapat mencegah dampak polusi udara sekaligus Covid-19 yang kini sudah menjadi endemi.

"Alhamdulillah Covid-19 terkendali, tetapi tetaplah PHBS. Dengan adanya polusi udara, kita kembali lagi pakai masker," ujarnya.

Baca juga: Anak-anak Akan Jadi Penerima Dampak Polusi Udara Paling Buruk

Selain kembali memakai masker dan mengurangi keluar rumah, Prof. Dr. dr. Bambang Supriyatno, SpA(K) mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia untuk berhenti membakar sampah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau