KOMPAS.com - Pernahkah Anda mengenal atau menemui seseorang yang hobi menimbun barang tak berharga?
Orang yang senang menimbun barang tak berharga hingga menumpuk bagai sampah bisa jadi mengalami hoarding disorder.
Melansir laman Health, hoarding disorder atau gangguan penimbunan merupakan gangguan mental yang mencirikan kecenderungan untuk menyimpan barang-barang dalam jumlah besar, bahkan jika barang tersebut sebenarnya tidak memiliki nilai atau kegunaan praktis.
Orang yang mengalami hoarding disorder mengumpulkan berbagai barang hingga menciptakan tumpukan yang sangat padat di rumah mereka.
Proses penimbunan ini bukan hanya berdasarkan kebiasaan mengoleksi atau kesenangan terhadap barang-barang tertentu, tetapi lebih merupakan respons yang kuat dan sulit dikendalikan terhadap dorongan untuk menyimpan barang dalam jumlah yang tidak wajar.
Baca juga: 6 Macam Penyebab Libido Tinggi, Bisa Usia Maupun Mental
Penyebab hoarding disorder bisa berakar dari sejumlah faktor yang kompleks.
Memahami penyebab serta dampak psikologisnya merupakan langkah penting dalam membantu individu yang terkena gangguan ini.
Melansir laman Web MD, berikut berbagai faktor yang bisa menyebabkan hoarding disorder:
Salah satu penyebab mendasar dari hoarding disorder adalah pengalaman traumatis, terutama pada masa kanak-kanak.
Trauma emosional atau fisik dapat menciptakan kebutuhan untuk merasa memiliki kontrol terhadap lingkungan sekitar.
Menimbun barang-barang menjadi cara untuk menanggapi perasaan tidak terkendali yang mungkin muncul akibat pengalaman traumatis tersebut.
Gangguan penimbunan sering kali dikaitkan dengan tingkat kegelisahan dan kekurangan kepercayaan diri yang tinggi.
Menyimpan barang-barang di sekitar dapat menciptakan rasa aman dan stabilitas bagi mereka yang merasa tidak yakin atau tidak aman terhadap dunia luar.
Barang-barang tersebut dianggap sebagai pelindung dari ketidakpastian yang dirasakan oleh individu yang mengalami gangguan ini.
Bagi sebagian orang dengan hoarding disorder, kehilangan dan pemisahan dapat menjadi momok yang menakutkan.
Menimbun barang-barang dapat menjadi mekanisme untuk menghindari perasaan tersebut.
Barang-barang yang mungkin dianggap tidak berharga oleh orang lain memiliki nilai sentimental bagi individu yang mengalami gangguan ini, dan melepaskannya dapat menciptakan kecemasan yang signifikan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang dengan hoarding disorder dapat memiliki kelainan kognitif yang mempengaruhi cara mereka memproses informasi tentang barang-barang.
Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan atau memilah-milah barang karena persepsi yang terdistorsi terhadap nilai atau kegunaan barang.
Ada indikasi bahwa faktor genetik juga dapat memainkan peran dalam munculnya hoarding disorder.
Selain itu, lingkungan tempat seseorang dibesarkan dan tinggal juga dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan gangguan penimbunan ini.
Baca juga: 2 Perbedaan antara Kecemasan dan Depresi
Hoarding disorder seringkali terkait erat dengan gangguan kesehatan mental lainnya seperti gangguan kecemasan, depresi, atau gangguan obsesif-kompulsif (OCD).
Kombinasi faktor-faktor ini dapat saling memperkuat dan memperburuk gejala penyakit mental.
Hoarding disorder adalah gangguan kompleks yang melibatkan berbagai faktor dari latar belakang pribadi, psikologis, dan lingkungan.
Memahami akar penyebabnya adalah langkah pertama untuk mengembangkan pendekatan perawatan yang efektif.
Terapi kognitif perilaku, dukungan keluarga, dan pengelolaan stres dapat membantu individu yang mengalami hoarding disorder untuk memahami dan mengatasi tantangan yang dihadapi mereka.
Dengan meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang gangguan ini, kita dapat mendukung upaya untuk mengidentifikasi dan memberikan bantuan kepada individu yang terkena dampak hoarding disorder.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.