Sedangkan penelitian lain tentang determinan sosial ekonomi penderita TBC menunjukkan bahwa 72,3 persen penderita TBC berpendidikan rendah, 99,2 persen penderita dengan pendapatan tidak mampu, 78,2 persen penderita berpengetahuan cukup, 89,1 persen penderita dengan status gizi buruk, 71,4 persen penderita tidak mampu mengakses pelayanan kesehatan (Rizki A, Sundari, 2019). Sebuah kenyataan kondisi tipologi kemiskinan yang terjadi di Indonesia.
Kemiskinan dan determinan penyakit TBC di muka bumi ini sekaligus menunjukkan kompleksitas pelayanan pengobatan TBC yang tidak mudah dan selalu berhadapan dengan tantangan yang tidak pernah selesai.
Tantangan tidak dihindari, namun terus diupayakan dan diperjuangkan oleh Pemerintah bersama dengan partnership global.
Kini seluruh fasilitas pelayanan kesehatan baik puskesmas, rumah sakit, klinik milik pemerintah maupun swasta menempatkan keberhasilan pengobatan TBC sebagai indikator mutu pelayanan yang harus tercapai dengan target 90 persen.
Komitmen yang cukup berani karena penyakit TBC mempunyai banyak dimensi, baik kesehatan, ekonomi, sosial, maupun budaya yang memengaruhi keberhasilan.
Upaya peningkatan mutu keberhasilan pengobatan TBC tersebut meliputi pemeriksaan dahak yang tepat dan benar yang terdokumentasi, pelaksanaan KIE TBC kepada pasien dan keluarga termasuk kesepakatan menjalani pengobatan, pemberian regimen dan dosis obat yang tepat, pemantauan kemajuan pengobatan termasuk penanganan efek samping obat, dan pencatatan rekam medis secara lengkap dan benar di setiap tahapan pengobatan TBC.
Semua upaya peningkatan mutu TBC perlu terdokumentasi dan teregister dalam Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) berbasis online yang telah ditetapkan sehingga dapat dilakukan monitoring dan evaluasi upaya peningkatan mutu keberhasilan TBC.
Menetapkan keberhasil pengobatan TBC sebagai salah satu indikator mutu pelayanan fasyankes di Indonesia merupakan jalan tepat yang mesti ditempuh karena kesadaran kompleksitas TBC dan pengobatannya di masyarakat.
Negara kita belum berhasil menurunkan angka mortalitas dan morbiditas TBC secara signifikan.
Kasus yang terdeteksi dan memulai pengobatan juga belum mencapai estimasi kasus yang terjadi di masyarakat. Faktor kesehatan dan nonkesehatan satu sama lain sangat menentukan.
Secara sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat terus berkembang, berkompetisi dan saling memengaruhi.
Maka jika angka mortalitas dan morbiditas TBC merupakan angka komposit kemiskinan berikut determinan TBC, kolaborasi dan sinergitas pemangku pemberantasan TBC menjadi keharusan yang signifikan.
Kita tetap menatap optimistis terhadap eliminasi TBC dan terus berjuang bersama. Keberhasilan bidang kesehatan, pendidikan, perekonomian, peran swasta, organisasi sosial masyarakat dan peran global dengan sendirinya akan berbicara menuju eliminasi. Komitmen dan kesadaran bersama itu yang diperlukan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.