Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Noerolandra Dwi S
Surveior FKTP Kemenkes

Menyelesaikan pascasarjana FKM Unair program studi magister manajemen pelayanan kesehatan. Pernah menjadi ASN di Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban bidang pengendalian dan pencegahan penyakit. Sekarang menjadi dosen di Stikes NU di Tuban, dan menjalani peran sebagai surveior FKTP Kemenkes

Kesehatan Jemaah Pasca-Ibadah Haji

Kompas.com - 28/06/2024, 17:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HAJI merupakan ibadah yang menuntut kesiapan fisik. Butuh kesehatan fisik prima dalam menjalankan ibadah haji sehingga dapat menjalankan rukun dengan lancar.

Aktifitas berjalan dan berdiri yang lama serta cuaca ekstrem dengan suhu mencapai 48 derajat, menuntut kesehatan fisik jemaah.

Kelelahan, dehidrasi, dan kehilangan banyak tenaga bisa memakan korban jiwa.

Berkumpulnya hampir dua juta manusia dalam satu tempat dan rentang satu waktu sangat berdampak pada kesehatan.

Jemaah haji secara umum terlebih lansia dan kelompok risiko tinggi rawan terserang kelelahan fisik, kekebalan menurun, dan penyakit menular. Penyakit pernapasan yang ditularkan melalui udara perlu diwaspadai karena mudah menyebar.

Dalam kepulangan jemaah haji harus tetap menjaga kesehatannya. Jemaah haji harus siap dalam arti tetap sehat.

Ketika jemaah haji kembali ke Tanah Air, maka kemungkinan penyebaran penyakit yang belum tuntas dalam pengobatan dapat menular dan menjadi wabah di Tanah Air.

Wabah merupakan proses penyebaran penyakit secara tiba-tiba ke sejumlah masyarakat, dengan jumlah terjangkit lebih banyak dari biasanya. Wabah bisa juga untuk menyebut penyakit lama yang muncul kembali.

Potensi wabah ada karena jemaah haji dalam kondisi rentan tertular dan menjadi sumber penularan di masyarakat.

Jadwal kepulangan jemaah haji Indonesia telah dimulai tanggal 22 Juni lalu. Kementerian Kesehatan telah menetapkan di bandara adanya skrining kesehatan, yaitu pengecekan suhu melalui thermal scanner dan thermal gun, gejala penyakit, serta dilakukan observasi jemaah di asrama haji debarkasi.

Di bandara ditetapkan juga posko kesehatan untuk pelayanan rawat jalan, emergency dan rujukan. Tersedia juga ambulans dan tenaga medis mengantisipasi penyakit menular yang diderita jemaah haji.

Skrining kesehatan di pintu masuk menjadi penting untuk mengetahui kondisi kesehatan dan mencegah penularan penyakit di masyarakat.

Karakteristik masalah kesehatan jemaah berangkat dan pulang berbeda. Saat dulu tiba di Tanah Suci, kebanyakaan jemaah sakit karena kelelahan, mabuk perjalanan dan kekambuhan (eksaserbasi) penyakit yang dideritanya.

Ketersediaan obat, suplemen, peralatan kesehatan dasar dan ketersediaan petugas kesehatan sangat diperlukan.

Pascaibadah haji, kesehatan yang perlu diwaspadai adalah jemaah yang post-rawat, di mana kondisi belum sepenuhnya pulih dan nasfu makan belum kembali.

Faktor jenuh dan kelelahan juga mengancam karena proses penyiapan kepulangan dan butuh waktu dari hotel, bandara dan imigrasi.

Dalam mengantre kepulangan, faktor jarak yang jauh, suhu udara, dan kelembapan tinggi membuat ketahanan tubuh menurun.

Sesampainya di Tanah Air, jemaah haji yang dalam kondisi sehat akan tetap dipantau kesehatannya di daerah masing-masing.

Pemantauan dilaksanakan selama 21 hari sesuai masa inkubasi penyakit menular, bekerja sama dengan Pemda setempat melalui Dinas Kesehatan, Puskesmas dan fasyankes terdekat lainnya.

Dalam masa pemantauan, apabila ada demam dan gangguan kesehatan, jemaah diharapkan segera melakukan pelaporan ke puskesmas atau fasilitas kesehatan yang tersedia.

Pemantauan sebagai upaya deteksi dini penyakit menular yang kerap menimpa jemaah haji, yaitu Covid-19, Mers-Cov, Meningitis, polio dan penyakit lain yang berpotensi Public Health Emergency of International Concerns (PHIEOC).

Dalam proses pemantauan selama 21 hari yang perlu mendapat perhatian adalah jemaah haji lansia dan kelompok risiko tinggi terhadap kesehatannya.

Sejumlah 38 persen jemaah haji Indonesia tergolong lansia dan hampir 80 persen jemaah mempunyai riwayat penyakit kolesterol, hipertensi, diabetes mellitus, jantung dan penyakit penyakit pernafasan.

Semua gejala merupakan faktor risiko timbulnya penyakit lain yang notabene lebih berat.

Tentu profil demikian terjadi karena memang melaksanakan ibadah haji di Indonesia memerlukan waktu tunggu yang lama. Ketika dapat jadwal berangkat, calon jemaah sudah dalam usia lansia, bahkan lansia lanjut.

Wajar jika kemudian mayoritas jemaah haji mempunyai riwayat penyakit yang tak terhindarkan karena penyakit menular, kronis, dan degeneratif.

Jemaah haji dibekali dengan K3JH, yaitu Kartu Kewaspadaan Kesehatan Jemaah Haji sebagai pemantauan secara aktif mandiri kesehatan yang dirasakan jemaah setelah kembali ke Tanah Air.

Jika ada gejala meliputi demam, sesak nafas, nyeri telan, mual, muntah, diare dan kaku kuduk, sebagai tanda penyakit lain yang berbahaya, maka segera datang dan lapor ke Puskesmas atau fasyankes terdekat.

Sistem surveilans harus bekerja untuk memastikan tidak terjadi wabah penyakit menular yang berdampak pada kesehatan masyarakat sekitar.

Dalam pelaksanaannya karakteristik jemaah haji Indonesia dengan faktor risiko dan kelompok usia lansia (60 tahun) tidak menutup kemungkinan tindakan rujukan ke rumah sakit dilakukan oleh petugas layanan kesehatan.

Tindakan spesialistik diperlukan untuk jemaah pasien kronis dan degeratif sebagai layanan tingkat lanjutan. Termasuk juga penyakit menular dan komplikasi yang terjadi.

Di sini kesiapan sistem rujukan dan rumah sakit diharapkan dapat mengantisipasi kemungkinan yang bisa terjadi.

Teknologi informasi yang berkembang pesat di bidang kesehatan dapat menjadi instrumen penting dalam kewaspadaan dan deteksi dini kesehatan jemaah haji yang kembali dari Tanah Suci sebagaimana yang ditetapkan Kemenkes.

Peran petugas puskesmas dan fasyankes lain secara aktif diperlukan untuk meningkatkan akses layanan kesehatan jemaah pascamenjalankan haji.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau