KOMPAS.com – Melasma atau bercak kecoklatan di wajah adalah tantangan bagi para wanita. Penyebabnya sangat kompleks, bukan sekadar karena paparan sinar matahari, tapi juga faktor hormonal.
Rasio melasma pada wanita dibanding pria adalah 9:1, dan menurut American Academy of Dermatology, rata-rata melasma muncul di usia 20 hingga 40 tahun.
Melasma juga sering disebut “topeng kehamilan” karena banyak wanita yang mengalami gangguan kulit wajah ini selama mengandung. Meski begitu, melasma pada dasarnya bisa dialami semua wanita, termasuk sebelum kehamilan dan saat menopause.
Menurut dokter dermatologi Lee Hwee Chyen, orang dengan warna kulit lebih gelap seperti orang Asia Tenggara dan Asia Selatan lebih rentan memiliki melasma.
“Melasma adalah kondisi kulit yang kompleks. Ini bisa terjadi bukan cuma karena paparan sinar ultraviolet dan faktor lifestyle, tapi juga dipengaruhi genetik dan hormonal, termasuk gangguan tiroid. Pada sebagian orang juga melasma akan menetap,” kata dokter dari Epi Dermatology & Laser Specialist Clinic Singapura ini.
Baca juga: Ini Kebiasaan yang Bisa Sebabkan Flek Hitam di Wajah
Ia mendeskripsikan melasma sebagai bercak gelap dengan batas tidak beraturan di kedua sisi wajah. Bercak ini umumnya ditemukan di dahi, pipi, dan hidung.
Menurut dr.S K Tan, direktur IDS Clinic, melasma sulit untuk didiagnosis dan belum ada tes diagnostiknya.
“Seringkali salah diagnosis karena melasma bisa muncul bersama atau tumpeng tindih dengan masalah hiperpigmentasi lain, seperti hiperpigmentasi post-inflamasi, bintik penuaan, atau freckles,” katanya.
Terkadang, bercak melasma memiliki batas yang teratur dan jelas, atau hanya muncul di satu sisi wajah, sehingga menyerupai bentuk pigmentasi lainnya.
Faktor hormonal
Perubahan hormonal berpengaruh besar pada terjadinya, atau kambuhnya, melasma. Itu sebabnya kondisi kulit ini banyak dialami ibu hamil, wanita yang memakai kontrasepsi hormonal, atau mengonsumsi obat gangguan hormonal.
Baca juga: 8 Perubahan Penampilan Kulit dan Wajah Akibat Merokok
“Fluktuasi hormon estrogen dan progesterone, seperti saat hamil, bisa menjadi penyebab terjadinya melasma, merangsang produksi melanin dan menyebabkan munculnya bercak kehitaman di kulit,” kata dr.Lee.
Melanin adalah pigmen yang memberi warna pada kulit, rambut, dan juga mata.
Penelitian juga menunjukkan peningkatan level estrogen terkait erat dengan meningkatnya pigmentasi kulit. Karena estrogen selalu naik turun selama periode hidup wanita, kemungkinan melasma akan muncul lagi juga tinggi.
Baca juga: Cara Perawatan Vitiligo, Termasuk Pakai Sunscreen
Wajib pakai sunscreen
Untuk mengurangi risiko munculnya melasma, selalu lindungi kulit dengan sunscreen.
“Kita mungkin tidak bisa mengatasi perubahan hormonal, tetapi ada yang bisa kita lakukan untuk mengurangi risiko melasma. Walau sinar matahari bukan penyebab utama melasma, tapi termasuk faktor risiko yang bisa dimodifikasi,” kata dr.Lee.
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk melasma, apalagi risiko kekambuhannya juga besar.
Menurut dr.Tan, faktor yang berkontribusi pada kekambuhan melasma adalah kerusakan permanen akibat sinar ultraviolet pada melanosit.
Kulit pada umumnya mampu memperbaiki kerusakan akibat sinar UV setiap hari, namun paparan sinar UV kumulatif menyebabkan melanosit gagal dalam proses perbaikan, sehingga menyebabkan perubahan yang tidak dapat diperbaiki.
“Kerusakan akibat sinar UV pada lapisan tertentu di kulit bisa menyebabkan pigmentasi jatuh atau pindah ke lapisan yang lebih dalam, membuat perawatan kulit jadi kurang efektif, bahkan tidak sukses,” kata dr.Tan.
Baca juga: Mengenal Metode Canggih Bakar Lemak Membandel di Klinik Kecantikan
Untuk melawan kekambuhan berulang melasma, pendekatan yang holistik jadi keharusan. Perawatan di klinik biasanya meliputi laser fractional untuk mengurangi pigmentasi dan merangsang produksi kolagen, terapi IPL (intense pulsed light), peeling, bahkan obat-obatan oral.
Menurut dr.Lee, lokasi pigmentasi, apakah di permukaan, lapisan dalam, atau bahkan keduanya, akan berpengaruh pada jenis perawatan yang akan dilakukan.
Selain perawatan di klinik, dokter juga merekomendasikan penggunaan skincare yang mengandung hydroquinone, agen pencerah kulit. Hydroquinone bekerja dengan menghambat enzim tyrosinase yang dibutuhkan kulit untuk membuat melanin.
Namun, pemakaiannya harus di bawah pengawasan dokter karena ada risiko efek samping.
Menurut dr.Lee, dalam dosis tinggi hydroquinone bisa merangsang iritasi kulit dan peradangan, yang bisa menyebabkan hiperpigmentasi pasca-inflamasi, yaitu luka pada kulit setelah peradangan.
Walau melasma tidak bisa dihilangkan sepenuhnya, tetapi berbagai penelitian menyimpulkan masalah kulit ini bisa dikendalikan. Yang terpenting adalah melakukan perawatan sedini mungkin saat melasma mulai muncul, ke dokter kulit yang berkompeten.
Baca juga: Pigmentasi dan Penuaan Dini, Ini Cara Mengatasinya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.