Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Noerolandra Dwi S
Surveior FKTP Kemenkes

Menyelesaikan pascasarjana FKM Unair program studi magister manajemen pelayanan kesehatan. Pernah menjadi ASN di Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban bidang pengendalian dan pencegahan penyakit. Sekarang menjadi dosen di Stikes NU di Tuban, dan menjalani peran sebagai surveior FKTP Kemenkes

Sengkarut Mahalnya Harga Obat

Kompas.com - 23/07/2024, 06:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Banyak faktor yang memengaruhi sengkarut mahalnya harga obat di Indonesia, termasuk impor bahan baku, pajak, distribusi, dan tatakelola penyediaan obat nasional secara umum.

Tentu tidak mudah karena komplesitas produksi dan perdagangan obat tergantung kepentingan pasar, tergantung pada bahan baku impor, serta investasi dalam industri farmasi yang perlu ditingkatkan.

Satu dua langkah solusi yang akan diambil pemerintah menjadi penting sebagai kebijakan long term yang diperlukan.

Kita dapat berbesar hati bahwa dalam lima tahun kedepan harga obat di Indonesia dapat terkendali dan lebih murah dengan mewujudkan Universal Health Coverage (UHC) dalam pelayanan kesehatan di Tanah Air. Dengan UHC inflasi pembiayaan kesehatan dapat ditekan.

Sedikitnya 98 persen penduduk Indonesia menjadi anggota JKN (BPJS Kesehatan). Dengan UHC kita dapat memangkas 40-50 persen harga obat sekarang.

Dari sini dapat dilihat ketersediaan obat murah merupakan keputusan politik, kebijakan negara/pemerintah yang harus terus dikawal dan diperjuangkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau