Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Aliman Shahmi
Dosen

Dosen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Mahmud Yunus Batusangkar

Indonesia Cemas 2045: Generasi Muda dalam Cengkeraman Diabetes Melitus

Kompas.com - 23/07/2024, 09:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA saat tulisan ini dibaca, mayoritas dari kita mungkin masih memiliki pemahaman bahwa sakit kencing manis atau Diabetes Melitus adalah penyakit orang lanjut usia. Bahkan, kita sering merasa aman jika tidak ada riwayat penyakit ini dalam keluarga.

Namun, kenyataannya jauh lebih menakutkan dari yang kita bayangkan. Peningkatan prevalensi diabetes di Indonesia telah mencapai tingkat mengkhawatirkan, mengancam generasi muda dan anak-anak.

Pandangan yang menyepelekan penyakit ini telah membuat kita lengah, padahal bahaya sebenarnya sudah di depan mata.

Peningkatan prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia menunjukkan tren mengkhawatirkan.

Data Survei Kesehatan Indonesia 2023 mencatat peningkatan prevalensi DM pada penduduk berusia di atas 15 tahun dari 10,9 persen pada 2018 menjadi 11,7 persen pada 2023, serta proyeksi jumlah penderita mencapai 28,6 juta orang pada 2045.

Peningkatan ini dipicu pola makan buruk, kurangnya aktivitas fisik, peningkatan obesitas, serta rendahnya kesadaran dan pengobatan yang tidak teratur, menjadikan diabetes penyebab utama kematian keempat di negara ini pada 2019.

Permasalahan diabetes semakin kompleks dengan meningkatnya kasus diabetes melitus di kalangan anak-anak dan usia muda.

Laporan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat peningkatan prevalensi DM tipe 1 pada anak di bawah 18 tahun sebesar 70 kali lipat dari 2010 hingga 2023. Jumlah kasus mencapai 2 per 100.000 jiwa pada Januari 2023, naik dari 0,028 per 100.000 jiwa pada 2010.

Kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya mencatat jumlah kasus tertinggi, dengan prevalensi terbesar pada anak usia 10-14 tahun (46,23 persen), diikuti usia 5-9 tahun (31,05 persen), dan usia 0-4 tahun (19 persen).

Mayoritas penderita diabetes anak adalah perempuan (59,3 persen), dibandingkan laki-laki (40,7 persen).

Faktor utama yang berkontribusi terhadap peningkatan kasus ini meliputi pola makan tidak sehat dengan konsumsi tinggi gula, karbohidrat, dan lemak trans, serta gaya hidup kurang aktivitas fisik.

Anak-anak yang sering mengonsumsi minuman manis dan makanan dengan indeks glikemik tinggi berisiko lebih besar terkena diabetes.

Sementara penggunaan gadget yang berlebihan mengurangi aktivitas fisik mereka, mempercepat munculnya penyakit degeneratif seperti diabetes.

Lantas, bagaimana langkah pemerintah dalam menangani fenomena ini?

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kesehatan, telah meluncurkan berbagai program nasional yang dirancang untuk mengendalikan peningkatan prevalensi Diabetes Melitus (DM).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau