Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Temukan Cara Baru Deteksi Kanker Otak dengan Tes Darah

Kompas.com - 01/09/2024, 12:31 WIB
Khairina

Penulis

KOMPAS.com-Para ilmuwan telah menemukan cara baru untuk mendeteksi kanker otak yang lebih cepat dan kurang invasif dibandingkan dengan biopsi bedah.

Hanya 100 mikroliter darah yang dibutuhkan untuk menjalankan 'biopsi cair' inovatif ini, dan dalam waktu kurang dari satu jam, metode ini dapat mendeteksi biomarker yang terkait dengan glioblastoma—jenis tumor otak yang paling mematikan dan paling umum.

Metode ini melampaui semua tes dan marker lainnya untuk glioblastoma dengan akurasi yang sangat baik. Para pengembang prototipe menyebutnya memiliki "fungsi hampir siap pakai."

Baca juga: Apa yang Dirasakan Penderita Kanker Otak?

Terobosan ini dicapai oleh tim dari AS dan Australia, yang dipimpin oleh ilmuwan dari University of Notre Dame di AS. Konsep ini belum sempurna, tetapi merupakan langkah penting.

Tes ini didasarkan pada pendeteksian biomarker darah yang bermutasi, yang disebut reseptor faktor pertumbuhan epidermal (Epidermal Growth Factor Receptor/EGFR), yang diekspresikan berlebihan pada kanker tertentu, seperti glioblastoma.

Biomarker darah ini ditemukan tersembunyi di dalam vesikel ekstraseluler, yang merupakan paket kecil yang berisi protein, lipid, dan materi genetik dari sel-sel asalnya.

"Vesikel ekstraseluler atau eksosom adalah nanopartikel unik yang disekresikan oleh sel-sel," jelas insinyur biomolekuler Hsueh-Chia Chang dari Notre Dame.

"Mereka besar—10 hingga 50 kali lebih besar dari molekul—dan memiliki muatan yang lemah. Teknologi kami dirancang khusus untuk nanopartikel ini, menggunakan fitur-fitur mereka untuk keuntungan kami."

Untuk mendeteksi molekul yang dilepaskan dari sel-sel tumor kanker, para peneliti membasahi biochip supersensitif dalam sampel plasma darah yang tidak diproses.

Chip ini harganya kurang dari 2 dolar AS atau sekitar Rp 32.000, dan dilengkapi dengan sensor kecil seukuran bola pada pulpen. Antarmuka krusial mengandung antibodi yang tertarik pada eksosom yang membawa EGFR yang bermutasi.

Ketika EGFR ini menempel pada biochip, terjadi perubahan tegangan dalam larutan plasma, memicu muatan negatif yang tinggi. Ini menunjukkan kemungkinan kanker.

Dalam eksperimen, biochip diuji pada sampel darah klinis dari 20 pasien dengan glioblastoma dan 10 individu sehat. Satu chip digunakan untuk setiap tes.

Akhirnya, biopsi cair mendeteksi adanya biomarker kanker dengan akurasi yang sangat baik dan nilai p yang sangat rendah, menunjukkan bahwa tes ini sangat dapat diulang.

"Sensor elektrokinetik kami memungkinkan kami melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh diagnostik lainnya," jelas insinyur biomolekuler Satyajyoti Senapati dari Notre Dame.

"Kami dapat langsung memuat darah tanpa pra-pemrosesan untuk mengisolasi vesikel ekstraseluler karena sensor kami tidak dipengaruhi oleh partikel atau molekul lain. Ini menunjukkan kebisingan rendah dan membuatnya lebih sensitif untuk deteksi penyakit dibandingkan teknologi lainnya," ujarnya lagi.

Baca juga: Tanda-tanda Kanker Otak pada Anak Berdasar Lokasinya

Dalam eksperimen itu, Senapati dan rekan-rekannya mengatakan, biochip dapat mendeteksi dan mengukur konsentrasi eksosom dengan akurat, bahkan ketika konsentrasinya serendah 0,01 persen.

Ini bisa memiliki "implikasi besar" untuk penelitian kanker, penemuan biomarker, dan pemantauan penyakit, menurut tim—dan tidak hanya untuk kanker otak.

Namun, masih ada beberapa kekurangan yang perlu diperbaiki.

EGFR yang bermutasi tidak hanya terkait dengan glioblastoma tetapi juga terhubung dengan penyakit lain, seperti kanker kolorektal.

"Oleh karena itu, tanda tangan EGFR yang aktif dan total mungkin tidak selalu menunjukkan adanya glioblastoma secara spesifik," tulis para penulis.

"Demikian pula, pasien dengan glioblastoma dapat memiliki EGFR yang diperbesar atau bermutasi tetapi juga dapat memiliki bentuk penyakit yang tidak didorong oleh EGFR."

Ini berarti tes ini tidak dapat mendiagnosis semua kasus potensi glioblastoma. Tes ini juga tidak dapat memastikan jenis kanker apa yang dimiliki seseorang, di mana kanker tersebut berada di tubuh mereka, atau sejauh mana perkembangan penyakit tersebut.

Untuk membuat tes yang lebih spesifik, tim mengatakan mereka perlu menganalisis kelompok pasien glioblastoma yang lebih besar untuk menentukan biomarker mana dalam darah mereka yang membedakan mereka.

"Platform diagnostik saat ini dapat diperbesar untuk pengujian plasma yang belum diproses dari kelompok pasien kanker yang besar untuk menetapkan profil spesifik untuk berbagai kanker pada berbagai tahap," kesimpulan para peneliti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau