KOMPAS.com - Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) mengapresiasi langkah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang telah mengesahkan peraturan pelabelan risiko bahaya Bisfenol A (BPA) pada galon guna ulang bermerek dengan bahan polikarbonat.
Hal itu dikemukakan perwakilan PKBI dr Oka Negara dalam diskusi publik bertajuk "BPA Free: Perilaku Sehat, Reproduksi Sehat, Keluarga Sehat" di Jakarta, Rabu (5/9/2024).
Ia menilai, regulasi tersebut merupakan langkah penting untuk memberikan informasi kepada konsumen.
"Dengan begitu, konsumen dapat mengambil pilihan yang lebih aman dan terhindar dari zat beracun dan berbahaya," ujar dr Oka dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Jumat (13/9/2024).
Dokter Oka mengungkapkan, paparan BPA tidak hanya membahayakan kesehatan individu, tetapi juga memberikan risiko kumulatif yang tidak dapat diabaikan.
Baca juga: Pakar dan BPOM Nilai Kontaminasi BPA Galon Polikarbonat Bisa Ganggu Kesehatan Reproduksi
Pada April 2024, BPOM, resmi mengesahkan peraturan pencantuman label peringatan risiko BPA khusus pada galon guna ulang bermerek dengan kemasan berbahan plastik polikarbonat.
Adapun aturan tersebut wajib dipatuhi per April 2028. Produsen diharuskan mencantumkan label peringatan yang berbunyi, "Dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan".
Dokter Oka mengatakan, sejumlah penelitian menunjukkan risiko kesehatan signifikan dari paparan BPA. Utamanya, pada sistem reproduksi, perkembangan anak, dan keseimbangan hormon.
Adapun paparan dr Oka merujuk pada penelitian laboratorium Tim Riset Universitas Airlangga (Unair) yang dipublikasikan pada 2022 berjudul “Dampak Paparan Bisphenol-A pada Brain Development dan Gangguan Perkembangan Mental”.
Ia melanjutkan, berdasarkan penelitian tersebut, terdapat dampak nyata paparan BPA pada hewan percobaan.
Baca juga: Demi Lindungi Konsumen, Industri Wajib Patuhi Peraturan BPOM Soal Label Risiko Pelepasan BPA
“Meski BPA sudah lama digunakan dalam pembuatan plastik kemasan pangan dan dianggap aman dalam batas tertentu, penelitian ilmiah menunjukkan risiko kesehatan akibat terpapar BPA,” terang dr Oka.
Penelitian itu mengungkap, BPA memengaruhi struktur dan fungsi otak. Hal ini termasuk bagian penting, seperti hipokampus dan hipotalamus yang berperan dalam pengendalian keseimbangan energi dan proses kognitif.
"Fakta bahwa BPA dapat menyebabkan perubahan signifikan pada otak hewan percobaan mengindikasikan potensi bahaya serius pada manusia, meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami dampaknya secara lebih mendalam," terang dr Oka.
Lebih lanjut, dr Oka menjelaskan bahwa paparan BPA dikaitkan dengan gangguan libido, infertilitas, peningkatan risiko kanker prostat, dan berbagai gangguan reproduksi lainnya.
Sejumlah studi internasional juga menunjukkan BPA dapat menurunkan kualitas sperma dan meningkatkan risiko infertilitas, serta memengaruhi perkembangan hormon pada janin.
Dalam jangka panjang, paparan BPA disebutkan dapat menyebabkan gangguan kognitif, merusak tumbuh kembang, gampang stres, tingkat emosi yang tinggi, sistem autoimun akan lebih reaktif, dan terjadi inflamasi yang memicu aktifnya sel kanker.
"BPA itu risikonya akumulatif, tidak terjadi dalam jangka pendek. (Dampaknya muncul) jika terpapar di tubuh secara terus menerus," kata dr Oka.
Setali tiga uang dengan PKBI, lembaga riset dan promosi kesehatan MedicarePro Asia menyatakan dukungan terhadap pengesahan aturan label risiko bahaya BPA.
Pendiri MedicarePro Asia dr Dien Kuntarti mengatakan, pengesahan aturan tersebut merupakan momentum tepat bagi organisasi sipil untuk bergandengan tangan menyoal isu BPA.
Baca juga: Dokter Spesialis Anak: Gunakan Galon Bebas BPA untuk Anak dan Keluarga
“Kami dapat bersama-sama pemerintah terjun ke masyarakat melakukan edukasi dan advokasi terkait paparan dan dampak toksisitas BPA,” ujar dr Dien.
Direktur Direktorat Standardisasi Pangan Olahan BPOM Yeni Restiani membenarkan kebijakan pelabelan BPA tersebut.
Ia menjelaskan, pelabelan tersebut khusus berlaku pada galon guna ulang bermerek yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat, jenis plastik keras yang pembuatannya menggunakan BPA sebagai bahan baku.
"Tujuan pelabelan ini melindungi kesehatan masyarakat, edukasi masyarakat dan transparansi," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.