Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Noerolandra Dwi S
Surveior FKTP Kemenkes

Menyelesaikan pascasarjana FKM Unair program studi magister manajemen pelayanan kesehatan. Pernah menjadi ASN di Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban bidang pengendalian dan pencegahan penyakit. Sekarang menjadi dosen di Stikes NU di Tuban, dan menjalani peran sebagai surveior FKTP Kemenkes

Harap-harap Cemas Penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS)

Kompas.com - 15/10/2024, 07:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TAHUN depan, pemerintah bersama BPJS Kesehatan akan menerapkan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) sebagai pengganti kelas 1, 2, 3 di rumah sakit.

Perpres 59 tahun 2024 telah mengatur KRIS dan memberi masa transisi rumah sakit untuk menerapkannya sampai 30 Juni 2025.

Semua rumah sakit harus melaksanakan demi pemerataan dan keadilan semua orang. Maka tidak ada pilihan, rumah sakit harus melengkapi sarana, prasarana dan fasilitas rawat inap yang telah ditetapkan meliputi 12 standar atau kriteria.

Selama ini, kelas rawat inap meliputi kelas 1, kelas 2, kelas 3, dan kelas VIP. Peserta BPJS Kesehatan mendapatkan layanan medis berdasarkan kelas yang dimiliki.

Program KRIS tidak menghapus jenjang kelas yang ada seperti penjelasan Kementerian Kesehatan. Namun akan menetapkan standarisasi fasilitas ruang rawat inap peserta BPJS Kesehatan.

Kuota implementasi KRIS di rumah sakit pemerintah sebesar 60 persen dan 40 persen untuk rumah sakit swasta. Artinya jenjang kelas yang ada tidak dihapus, tetapi buat peserta BPJS Kesehatan tersedia KRIS yang sama.

Tujuan penerapan KRIS adalah peningkatan mutu dan keadilan bagi semua orang. Semua orang memperoleh standar layanan medis dan nonmedis yang sama di rumah sakit.

Di samping itu, pelayanan menjadi sederhana dan membangun integrasi data layanan kesehatan. Konektivitas data membuat pelayanan kesehatan menjadi efektif dan efisien. Dengan demikian, mutu pelayanan membaik, demikian juga kepuasan pasien meningkat.

KRIS diharapkan menghadirkan sistem yang dapat meningkatkan layanan kesehatan komprehensif sesuai kebutuhan masyarakat.

Penerapan KRIS membutuhkan menyesuaian iuran yang harus dibayar. Kelas yang standar untuk semua memerlukan penyesuaian fasilitas yang terus dihitung. Jadi KRIS merupakan standarisasi fasilitas ruangan rawat inap dan bukan standarisasi layanan medis.

Khususnya kelas 3 akan diupayakan menjadi kelas KRIS. Tampaknya konsep pemerintah adalah masyarakat dengan pendapatan lebih besar harus membayar iuran lebih besar.

Mereka memberikan modal sosial buat masyarakat di bawahnya. Ada perbedaan dalam iuran, tapi mendapatkan layanan yang sama (KRIS).

Kedepan penyesuaian tarif akan terjadi dan menjadi persoalan krusial menyangkut beban anggaran negara dan kemampuan masyarakat membayar. Pemerintah harus mendengarkan suara rakyat.

Menyiapkan KRIS tidak sekadar melengkapi ruang pelayanan, tapi juga renovasi bangunan, investasi SDM, peralatan dan alkes, serta pelatihan. Pemerintah dan BPJS Kesehatan mengharapkan jumlah tempat tidur tidak berkurang dengan menerapkan KRIS.

Pemerintah menyiapkan dana ratusan miliar rupiah dalam penerapan KRIS untuk rumah sakit pemerintah. RS kelas A dibantu Rp 200 miliar - Rp 400 miliar per tahun, kelas B mendapat Rp 50 miliar per tahun dan kelas C-D rata-rata Rp 2,5 milir per tahun dari Dana Alokasi Khusus (DAK).

Sementara rumah sakit swasta harus menggunakan dana sendiri dalam pengembangan KRIS. Tanpa ketersediaan KRIS sesuai ketentuan rumah sakit tidak dapat bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Tantangan rumah sakit swasta adalah melengkapi 12 kriteria KRIS yang telah ditetapkan.

Kriteria tersebut meliputi komponen bangunan tidak boleh tingkat porositas tinggi, terdapat ventilasi udara, pencahayaan ruangan, kelengkapan tempat tidur, dan temperature ruangan.

Kemudian ruang rawat dibagi berdasarkan jenis kelamin, anak atau dewasa, serta penyakit infeksi atau noninfeksi.

Kriteria lain, yaitu pertimbangan kepadatan ruang dan kualitas tempat tidur, partisi antartempat tidur, kamar mandi di dalam ruang yang memenuhi standar aksesibilitas, dan penyediaan outlet oksigen.

Dari 12 kriteria, ada 3 kriteria yang cukup berat bagi rumah sakit. Yaitu kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur, outlet oksigen, serta pembagian ruang atas jenis kelamin, usia dan jenis penyakit. Melengkapi fasilitas tersebut membutuhkan dana cukup besar.

Namun demikian, rumah sakit swasta berkomitmen menjalankan KRIS. Mereka membutuhkan dukungan pemerintah tentang regulasi, detail implementasi, anggaran, dan waktu dalam melengkapi semua ketentuan KRIS.

Masih banyak rumah sakit kita yang belum siap menerapkan standar KRIS tersebut. Sebuah kenyataan yang cukup berat karena waktu terus bergulir.

Jika sampai batas waktu rumah sakit belum memenuhi KRIS, maka akses menjadi persoalan yang serius bagi pasien dan masyarakat.

Perpres 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan memang belum mengatur tentang penyesuaikan iuran peserta dengan dilaksanakannya KRIS. Namun diharapkan tidak memberatkan masyarakat, khususnya mereka yang selama ini sebagai peserta dengan kelas ekonomi bawah.

Penetapan tarif dan iuran KRIS akan diberlakukan paling lambat pada 1 Juli 2025. Pemerintah harus mempertimbangkan penyesuaian tarif dan iuran yang tidak memberatkan peserta dan fasyankes dalam memberikan pelayanan KRIS.

Kiranya dampak KRIS adalah peningkatan pendapatan BPJS Kesehatan termasuk peningkatan tarif layanan yang harus dibayarkan ke fasyankes (rumah sakit, puskesmas, klinik, dokter praktek mandiri). Dinamika dan aktuaria terus dihitung sehingga dari sisi keuangan kondusif.

Sedang bagi peserta mendapatkan kualitas pelayanan yang lebih baik dibanding sebelum penerapan kelas KRIS. Menjamin nilai tambah KRIS demikian tidak mudah karena pasti ada pihak yang menjerit dan harap cemas dengan KRIS sebagai upara transformasi program JKN.

Selama ini peserta mandiri bukan penerima upah membayar untuk kelas 1 Rp 150.000 per bulan, kelas 2 Rp 100.000 per bulan, dan kelas 42.000 per bulan dengan subsidi pemerintah 7.000 per orang.

Sedang pekerja penerima upah iurannya 5 persen dari gaji di mana 4 persen ditanggung pemberi kerja dan 1 persen dari pekerja.

Penerapan standar KRIS yang merupakan upaya peningkatan kualitas layanan dan keadilan bagi peserta, selayaknya tidak menimbulkan beban pada masyarakat.

Akses pasien dan masyarakat ke fasyankes (rumah sakit) yang selama ini sudah berjalan baik jangan sampai menjadi problem dan mengalami kesulitan.

Besarnya tunggakan iuran selama ini yang mencapai 30 persen peserta dan mengancam keberlanjutan finansial BPJS Kesehatan mesti dilakukan solusi dengan hati-hati.

Upaya kebijakan pemutihan dan penghapusan denda selama itu membuat peserta menjadi aktif perlu dipertimbangkan.

Penantian implementasi standar KRIS hingga pertengahan 2025 menjadi masa transisi yang ditunggu oleh BPJS Kesehatan, fasyankes (rumah sakit), dan pasien/masyarakat sebagai peserta BPJS Kesehatan.

Penerapan KRIS sekarang menjadi keharusan, namun ada harga yang harus dibayar dan manfaat yang dapat dirasakan.

Harapan kita standar KRIS dilaksanakan secara bertahap dengan melihat perkembangan sosial ekonomi masyarakat, ketersediaan rumah sakit dalam melengkapi fasilitas kriteria KRIS, serta meninjau kemajuan wilayah secara lokal/regional. Dengan tetap memprioritaskan bahwa akses masyarakat ke fasyankes (rumah sakit) yang paling utama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau