BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Parkway Cancer Centre

Eksklusif Kompas.com: Ahli Onkologi Ungkap Bahaya Vape dan Kaitannya dengan Kanker Paru

Kompas.com - 09/01/2025, 12:22 WIB
Aningtias Jatmika,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Vape atau rokok elektrik telah menjadi fenomena yang meluas di berbagai kalangan masyarakat, bahkan kaum hawa.

Penelitian berjudul “Age and sex-related patterns of electronic cigarette use in the general population: Supporting a de novo substance use pattern” yang diterbitkan pada jurnal Population Medicine pada 2022 menemukan bahwa wanita cenderung memulai penggunaan vape pada usia yang lebih muda dibandingkan pria.

Data menunjukkan bahwa 44,7 persen wanita mulai menggunakan rokok elektrik pada usia 10-19 tahun, sedangkan pada pria, angkanya lebih rendah, yakni 39,8 persen.

Vape menjadi pilihan populer di kalangan anak muda karena dianggap lebih "bersih" dan memiliki berbagai varian rasa yang menarik, mulai dari buah-buahan hingga rasa permen.

Lantaran vape tergolong produk baru, peneliti belum bisa mendeteksi efek jangka panjang dari vape. Meskipun demikian, penggunaan rokok elektrik bukan berarti tidak berisiko.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menegaskan bahwa rokok elektrik berbahaya bagi kesehatan dan tidak dapat dianggap sebagai alternatif yang lebih aman ketimbang rokok biasa. Bahkan, sejak Desember 2023, WHO telah melarang penggunaan vape berperasa di seluruh dunia.

Pada Kamis (14/11/2024), tim Kompas.com berkesempatan mewawancarai Konsultan Senior Onkologi Medis Parkway Cancer Center Dr Chin Tan Min mengenai dampak rokok elektronik bagi kesehatan.

Berikut adalah wawancara lengkapnya.

Secara medis, bagaimana dampak vape terhadap kesehatan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang?

Seperti rokok, vape juga menimbulkan sejumlah dampak nyata. Risiko jangka pendek dari vaping adalah batuk, peningkatan denyut jantung, sesak napas, mual dan muntah, sakit kepala, serta iritasi atau cedera pada mulut, tenggorokan, dan paru-paru. Pada akhirnya, hal tersebut dapat meningkatkan risiko penyakit jantung serta paru-paru, seperti infark miokard, asma, dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

Selain itu, kandungan nikotin dalam vape yang juga terdapat dalam rokok tradisional dapat mengaktifkan reaksi kimia di otak. Reaksi ini merangsang perasaan senang sementara yang dapat menyebabkan kecanduan.

Baca juga: Eksklusif Kompas.com: Kanker Paru Tak Hanya Ancam Perokok, Penjelasan dr Ang Peng Tiam lewat Wawancara Khusus

Pengguna vape kerap tidak sadar bahwa mereka sebenarnya lebih sering menggunakan produk ini lantaran tidak terukur. Terlebih, vape tidak terbakar seperti halnya rokok tradisional. Penggunaan vape yang lebih lama dan lebih sering dapat mengakibatkan paparan yang lebih besar terhadap bahan kimia beracun yang terkandung dalam vaporizer.

Apakah vape bisa memicu kasus kanker paru yang berpotensi menyebabkan kematian?

Sebagai produk dengan bahan beracun yang berpotensi merusak organ paru-paru, vape dinilai dapat meningkatkan kemungkinan risiko kanker paru yang sama seperti kebiasaan merokok.

Seperti diketahui, kanker paru merupakan kanker dengan kasus dan kematian paling tinggi. Studi Global Cancer Observatory 2022 yang diinisiasi oleh International Agency for Research on Cancer (IARC)— Badan Internasional untuk Penelitian Kanker di bawah naungan WHO, menemukan bahwa ada 2,5 juta kasus baru kanker paru setiap tahunnya. Jumlah ini setara 12,4 persen (tertinggi) dari total kasus kanker baru.

Ilustrasi kanker paru, ilustrasi kanker paru-paru stadium 4, cara mendiagnosis kanker paru-paru stadium 4Unsplash Ilustrasi kanker paru, ilustrasi kanker paru-paru stadium 4, cara mendiagnosis kanker paru-paru stadium 4

Kanker paru-paru juga menjadi penyebab utama kematian akibat kanker, yaitu 1,8 juta kematian atau 18,7 persen dari total kematian akibat kanker.

Di Indonesia sendiri, jumlah kasus kanker pada 2021 menempati peringkat ketiga dengan angka 34.783 dari 396.914 total berbagai jenis kanker.

Sementara, angka kematian karena kanker paru-paru di Indonesia mencapai 30.843 dan menempati posisi pertama dari 35 jenis kanker.

Bagaimana gejala kanker paru?

Kanker paru sama seperti kebanyakan kanker lain yang tidak menunjukkan tanda-tanda pada tahap awal. Tanda dan gejala kanker umumnya terlihat begitu kanker memasuki stadium lanjut atau telah mempengaruhi organ tubuh lain.

Adapun beberapa gejala umum kanker paru adalah batuk terus-menerus, nyeri dada, sesak napas, serta kehilangan berat badan dan nafsu makan.

Baca juga: Tak Pernah Merokok, Mantan Dokter di Inggris Idap Kanker Paru-paru dengan Gejala Sakit Punggung

Jika gejala-gejala ini terus-menerus terjadi selama sekitar 2 sampai 3 bulan, apalagi Anda seorang perokok, atau memiliki riwayat kanker dalam keluarga, maka segera temui dokter untuk evaluasi lebih lanjut.

Apa yang dilakukan dokter untuk mendiagnosis kanker paru?

Untuk memastikan diagnosis kanker paru-paru dan menentukan lokasi utama tumor, dokter umumnya akan melakukan rontgen, CT scan, dan biopsi

Dari situ, dokter dapat menentukan stadium kanker untuk menentukan apakah penyakit tersebut terlokalisasi atau telah menyebar ke bagian tubuh lain.

Bagaimana tata laksana penanganan kanker paru?

Pengobatan utama untuk kanker paru-paru adalah pembedahan, terapi radiasi, dan pengobatan sistemik, seperti kemoterapi, imunoterapi, atau terapi target.
Adapun pasien dengan kanker yang terlokalisasi dapat ditawarkan pembedahan kuratif.

Terdapat tiga jenis pembedahan kuratif, yakni pengangkatan potongan kecil jaringan paru-paru yang berbentuk baji (reseksi baji), pengangkatan salah satu lobus paru-paru (lobektomi), dan pengangkatan salah satu paru-paru (pneumonektomi).

Ada pula pembedahan lubang kunci (keyhole surgery), yakni pembedahan minimal invasif dengan sayatan kecil untuk mengakses tumor. Dengan pendekatan ini, pasien bisa pulih lebih cepat.

Pasien dengan penyakit terlokalisasi juga bisa memilih pengobatan radiasi untuk tujuan kuratif atau paliatif. Sementara, pasien dengan penyakit metastasis bisa mendapatkan kemoterapi untuk mengendalikan kanker.

Kemoterapi kerap menjadi momok bagi penderita kanker paru. Bagaimana Anda menanggapi hal itu?

Banyak pasien cenderung khawatir dengan efek samping kemoterapi, seperti rambut rontok, mual, dan muntah. Untungnya, metode pengobatan telah berkembang dengan agen kemoterapi baru dan pengobatan suportif yang baik untuk membantu pasien mengelola efek samping tersebut.

Baca juga: Mengenali Gejala Kanker Paru di Stadium Awal

Tak dapat dimungkiri bahwa kemoterapi juga dapat menyebabkan gangguan kekebalan tubuh dan infeksi lantaran terapi ini bekerja pada sel-sel yang membelah secara aktif.

Walau demikian, manfaat kemoterapi lebih besar ketimbang risikonya. Untuk mengatasi kemungkinan infeksi, pasien juga akan diberikan antibiotik.

Konsultan Senior Onkologi Medis Parkway Cancer Center Dr Chin Tan Min. Parkway Cancer Center Konsultan Senior Onkologi Medis Parkway Cancer Center Dr Chin Tan Min.

Di samping itu, pasien juga bisa memanfaatkan imunoterapi. Berbeda dengan kemoterapi yang bekerja dengan cara membunuh sel-sel yang berkembang dengan cepat, imunoterapi bekerja dengan meningkatkan kemampuan sistem imun tubuh untuk mengenali dan menyerang sel-sel kanker secara spesifik.

Bagaimana tingkat kesembuhan pasien dengan imunoterapi?

Pasien kanker paru stadium lanjut yang tidak diobati memiliki tingkat kelangsungan hidup rendah, yakni sekitar 6 bulan.

Dengan pengobatan tepat, khususnya penggabungan imunoterapi dan terapi target, sekitar 30-40 persen dapat bertahan hingga 5 tahun.

Baca juga: Apa saja Pengobatan Kanker Paru-paru? Berikut Penjelasan Dokter...

Terapi target dapat menjadi metode efektif untuk mengobati mutasi spesifik kanker paru. Terapi ini dapat dikombinasikan dengan obat-obatan oral guna membantu mengendalikan kanker dengan efek samping yang relatif ringan.

Adapun terapi target dan Imunoterapi ditawarkan sebagai pilihan pengobatan bagi pasien dengan kanker paru stadium lanjut, baik di awal diagnosis maupun ketika pasien tengah menjalani pengobatan sebelumnya, seperti pembedahan, kemoterapi, dan radiasi. Saat ini, imunoterapi juga bisa didapatkan di Parkway Cancer Centre Singapura.

Seperti halnya kanker jenis lain, pengobatan terbaik untuk kanker paru-paru adalah pencegahan. Mengurangi risiko kanker paru-paru dapat dimulai dengan berhenti merokok dan vaping, menghindari asap rokok, berolahraga secara teratur, tetap aktif, serta menjaga pola makan seimbang.

Untuk mengetahui informasi lebih lanjut mengenai layanan kesehatan terkait kanker, Anda dapat menghubungi Parkway Cancer Centre di nomor 0811-1934-673 atau mengunjungi www.parkwaycancercentre.com.

Baca tentang

komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau