Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengelolaan Pariwisata Belum Solid

Kompas.com - 09/10/2010, 14:53 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS - DIY sebagai destinasi wisata sesungguhnya menawarkan bermacam obyek dan muatan wisata bernilai jual tinggi di mata turis domestik maupun mancanegara. Namun, di balik potensi besar itu, pengelolaan pariwisata yang ada sesungguhnya belum utuh. Padahal, keutuhan pengelolaan bisa melipatgandakan kekuatan DIY sebagai kota pariwisata.

Pengelolaan pariwisata masih terpisah-pisah karena persoalan administratif di setiap kabupaten/kota. Setiap kabupaten/kota punya kebijakan sendiri-sendiri terkait promosi, pengembangan, hingga pengelolaan obyek wisata.

Oleh karena perbedaan pengelolaan itu, visi pariwisata juga terbelah-belah sesuai garis besar kebijakan setiap kabupaten/kota. Akhirnya, fakta itu bermuara pada perbedaan strategi pemasaran, tumpang tindih program, hingga perbedaan slogan pariwisata.

Lemahnya koordinasi antarkabupaten/kota diakui Kepala Bidang Promosi dan Kerja Sama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Yogyakarta Pratiwi Yuliani. "Pernah beberapa kali terjadi tumpang tindih promosi dengan kabupaten lain," katanya, Jumat (8/10).

Minimnya koordinasi juga dirasakan Pratiwi dalam pengaturan jadwal berbagai kegiatan pariwisata. Misalnya, dalam satu bulan bertumpuk kegiatan kebudayaan atau wisata yang digelar beberapa kabupaten dan kota. "Di bulan lain sepi tidak ada kegiatan sama sekali. Kami sudah sering mengusulkan ke provinsi untuk pengaturan jadwal, namun bentrokan (acara) itu masih terjadi," katanya.

Secara terpisah, Kepala Seksi Promosi Dinas Pariwisata DIY Putu Kertiyasa mengakui, koordinasi antarkabupaten/kota dan provinsi dalam promosi, penyelenggaraan kegiatan, maupun pengembangan obyek pariwisata belum baik, meskipun hal itu selalu diupayakan. "Masing- masing kabupaten/kota punya program sendiri sehingga kadang jalan sendiri-sendiri juga. Mereka menyasar pasar berbeda-beda," ungkapnya.

Pada setiap kegiatan promosi, misalnya, pemprov juga selalu mengajak kabupaten/kota. Namun, ajakan itu tak selalu mendapat sambutan yang sama. Hal itu dipicu kemampuan anggaran bidang pariwisata kabupaten/kota beragam. Kabupaten/kota dengan anggaran besar cenderung aktif berpromosi sendiri, sedangkan kabupaten dengan anggaran lebih kecil tergolong pasif.

Putu mengakui, promosi bersama sebenarnya sering dilakukan demi menjual "Jogja" sebagai satu brand pariwisata. Hal itu untuk menghindari kebingungan pasar pariwisata bila tiap kabupaten/kota mempromosikan wilayahnya sendiri-sendiri. "Brand-nya yang keluar itu satu, Jogja. Wisatawan, kan, kenalnya Jogja, meski kabupaten/kotanya berbeda-beda," katanya.

Ketua Dewan Peneliti Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada Chafid Fandeli mengatakan, seharusnya pemerintah melihat pariwisata dalam konteks borderless (tanpa batas). "Apalagi, jika melihat wilayah DIY yang tidak terlalu luas," katanya.

Kondisi itu, dinilainya, produk penerapan otonomi daerah yang dimaknai gegabah dalam pariwisata. Akibat tersekat-sekatnya pengelolaan, pariwisata DIY belum berjalan optimal sesuai potensi besarnya. "Koordinasi pariwisata di tiap kabupaten/kota seharusnya bisa dipegang pemerintah provinsi," katanya.

Chafid mengusulkan DIY menerapkan konsep Destination Management Organization yang mengoordinasikan segala aspek terkait pariwisata dalam satu wadah kerja. Koordinasi itu akan memperkuat dan mengefektifkan pengelolaan pariwisata DIY sebagai satu kesatuan destinasi wisata yang utuh. (ENG/RWN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com