Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hargai dan Dukung Orang dengan HIV Sebagai Sesama

Kompas.com - 15/07/2014, 08:12 WIB

KOMPAS.com - SEPULUH tahun lalu, Cita (32) terpaksa meninggalkan tanah kelahirannya, Kepulauan Bangka Belitung. Masyarakat menolak dia dan suaminya untuk tinggal di sana. Bahkan, keluarga mertuanya ikut mengucilkan mereka. Hal itu karena ia mengidap HIV.

Ia tertular virus HIV dari suaminya yang pernah jadi pengguna narkoba. ”Saya tahu positif HIV setelah anak pertama saya meninggal beberapa bulan setelah lahir. Waktu itu saya disarankan tes HIV,” tutur Cita, ibu rumah tangga sekaligus aktivis Yayasan Rumah Sebaya dalam acara bincang bertajuk ”Zaids Care–Getting to Zero”, Sabtu (12/7), di Jakarta. Acara itu digelar Yayasan AIDS Indonesia (YAI).

Begitu dinyatakan positif mengidap HIV, Cita amat terpukul. Sebulan lebih dia tidak keluar rumah. Penyesalan dan gugatan pun muncul, mengapa dia menikah dengan pria yang kemudian malah menginfeksi dia dengan HIV (human immunodeficiency virus), virus yang merusak kekebalan tubuh.

”Saya pernah bilang kepada mertua kalau yang saya alami itu akibat dari anaknya, bukan karena perbuatan saya,” kata Cita yang saat itu tinggal serumah dengan mertuanya. Sejak itu, ia diperlakukan berbeda, dilarang menyentuh keponakannya, peralatan makannya dibuat tersendiri, hingga akhirnya masyarakat menolak mereka tinggal di sana.

Akhirnya, Cita dan suaminya hijrah ke rumah saudaranya, Gendis, di Bekasi, Jawa Barat. Di tempat baru itu mereka diterima apa adanya. Dia pun mulai menjalani terapi anti retroviral (Anti retroviral therapy/ARV) dan akhirnya menerima keadaannya.

”Mereka (ODHA atau orang dengan HIV/AIDS) sama dengan kita. Hidup dengan mereka, makan bersama mereka, tak ada masalah,” kata Gendis.

Stigma

Selama ini sebagian masyarakat masih memandang negatif terhadap ODHA. Mereka diidentikkan berperilaku seks bebas. Padahal, pandangan negatif itu amat keliru karena kenyataannya virus HIV bisa menginfeksi siapa pun, termasuk ibu rumah tangga seperti Cita.

Hal itulah yang menjadi keprihatinan Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ) Prof Siti Musdah Mulia. Dia menyoroti pandangan masyarakat yang cenderung memberi stigma negatif bagi ODHA.

”Stigma bahwa ODHA sebagai pendosa itu salah besar. Perbedaan antara ODHA dan mereka yang bukan ODHA terletak pada apa yang dilakukan di dalam kehidupan. Kalau hidup diisi dengan aktivitas yang bermanfaat bagi masyarakat luas, di situ letak perbedaannya,” kata Musdah menegaskan.

Pemberian stigma, menurut Musdah, hanya akan memperberat beban ODHA. Padahal, dengan pengobatan intensif dan pola hidup sehat, mereka yang positif HIV tetap bisa menikah, memiliki anak yang negatif HIV, dan hidup layaknya orang lain.

Pemberian cap negatif itu menghambat upaya pencegahan penularan virus itu. Orang enggan melakukan tes HIV karena takut diberi cap negatif. Hal itu diperparah ketidakpedulian dan sikap masyarakat yang merasa diri baik atau ”bersih”.

”Jumlah kasus positif HIV hanya puncak gunung es. Jumlahnya bisa lebih besar,” kata Musdah. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, hingga Desember 2013, kasus HIV di Indonesia 127.416, sedangkan jumlah total kasus AIDS 52.348.

Sebagai aktivis, Cita kini aktif mendampingi mereka yang positif HIV dan beberapa kali mendapat cerita diskriminasi pada ODHA dalam mendapat layanan medis. Penolakan itu dibungkus beragam alasan, misalnya tak ada alat pelindung diri, meja operasi rusak, hingga listrik padam. ”Penolakan bukan secara institusi, ada oknum dokter tak mau melayani,” tuturnya.

Menurut Musdah, sikap paling tepat pada ODHA adalah menerima dan mendukung mereka. Dasarnya adalah sikap menghargai sebagai sesama manusia, bukan menghakimi. (A12)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com