KOMPAS.com - Mampu menempatkan pengalaman masa lalu ke dalam perspektif yang benar, tidak berarti Anda akan kebal dari perasaan terluka di masa sekarang. Jika Anda berada dekat dengan orang lain untuk waktu yang lama, ada kemungkinan Anda akan berakhir dengan terluka.
Di lain sisi, mungkin dalam diri Anda juga sudah ada luka lain yang membentuk pandangan dan pola pikir yang sekarang.
Campuran antara pengalaman masa lalu dengan apa yang terjadi sekarang, kerap malah memperburuk situasi.
Pelajari beberapa saran dari Dr. Gregory Jantz, psikolog dan pendiri A Place of HOPE, yang dapat Anda lakukan untuk menghadapi situasi baru yang menyakitkan dan menghindarkan Anda menerapkan cara-cara lama.
1. Sengaja atau salah paham?
Pikirkan kejadian yang baru saja terjadi. Apakah itu disengaja? Apakah itu salah paham? Dengarkan apa yang hati Anda katakan. Biasanya, reaksi Anda adalah indikator yang baik dari apa yang Anda benar-benar pikirkan.
Dengarkan kebenaran di balik reaksi Anda dan pastikan itu bukan datang dari masa lalu Anda. Meresponlah dengan sengaja, dan bukannya bereaksi secara naluriah.
2. Urungkan sikap defensif.
Jika Anda merasa perlu untuk menghadapi orang yang telah menyakiti Anda, ungkapkan sudut pandang Anda tentang insiden itu. Sungguh menakjubkan betapa banyak konfrontasi dapat dicegah dengan menghapus sikap defensif dan permusuhan.
Beri kesempatan orang lain untuk menjelaskan sudut pandangnya. Kemudian bersama-sama Anda bisa membuat kesepakatan dan saling memaafkan.
3. Hapus kebutuhan untuk menjadi selalu benar.
Tanpa sadar, pembentukan pola pikir akibat kejadian masa lalu, bisa membuat situasi yang buruk menjadi lebih buruk.
Orang lain berhak untuk punya pikiran dan pendapat mereka sendiri. Ketika perbedaan pendapat muncul, tak perlu selalu mendikte bahwa satu orang yang benar dan yang lain salah. Katakan saja Anda tidak setuju.