Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harus Keroyokan Dukung Ibu Sukses Menyusui di Tengah Pandemi

Kompas.com - 20/08/2021, 16:44 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

SOLO, KOMPAS.com – Tanpa pandemi Covid-19 sekalipun, proses pemberian air susu ibu (ASI) bisa menjadi tantangan besar yang harus dihadapi ibu menyusui. Pandemi membuat bobot tantangan bertambah. Setidaknya ini yang dirasakan sejumlah ibu menyusui di seputaran Kota Solo, Jawa Tengah (Jateng).

Anindya Dwi Hapsari, 26, sudah mengukuhkan niat untuk bisa memberikan ASI kepada buah hatinya. Dia pun sudah menyampaikan keinginannya itu kepada sang suami dan anggota keluarga lain.

Tapi, tidak disangka-sangka, ketika putri pertamanya lahir pada Agustus 2020, Anindya merasa kesulitan untuk dapat memberikan ASI. Dia melihat bayinya kesusahan untuk bisa meraih dan mengisap puting payudaranya.

Anindya panik kala itu. Dia cemas putrinya tak mendapatkan ASI secara optimal. Ibu menyusui asal RT 005/RW 003 Desa Waru, Kecamatan Baki, Sukoharjo itu pun hampir terpengaruh oleh saran saudaranya untuk dapat memberikan susu formula kepada sang buah hati.

Terlebih, Anindya saat itu belum berani lagi menemui dokter atau pergi ke rumah sakit karena pandemi. Dia khawatir bertemu dengan orang lain di fasilitas kesehatan (faskes) dan tertular virus corona.

Beruntung, saat sedang mencari informasi di media sosial, dia mendapati informasi tentang adanya layanan konseling menyusui online yang disediakan Asosisai Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Cabang Solo.

Tak mau melewatkan kesempatan, Anindya pun langsung mendaftar layanan tersebut. Dia akhirnya berhasil menanyakan kendala menyusui yang tengah dihadapi tanpa harus keluar meninggalkan rumah.

Setelah mengikuti prosedur pendaftaran layanan konseling menyusui online, Anindya lantas dihubungkan dengan konselor menyusui dari AIMI Solo. Dari hasil konsultasi, dia jadi tahu jika punya masalah iverted nipple (puting tenggelam) dan cara mengatasinya.

“Saya diberi pemahaman tentang masalah pelekatan yang benar dalam menyusui dan saya bersyukur sejak saat itu saya merasa mulai bisa optimal dalam memberikan ASI,” tutur Anindya kepada Kompas.com, Jumat (20/8/2021).

Baca juga: Pandemi dan Cerita Mereka yang Beruntung Terdaftar JKN-KIS

Dia mendapat masukan dari konselor menyusui AIMI Solo, Shinta Normala bahwa sebenarnya apa pun bentuk puting yang dimiliki seorang ibu tidak mentukan apakah bisa untuk menyusui atau tidak. Ini karena pelekatan yang benar pada proses menyusui adalah bukan menghisap puting, tapi menghisap pabrik ASI yang terdapat di sekitar areola.

Jika tidak yakin dengan hasil teknik pelekatan, kata Anindya, konselor menyebut ibu menyusui dengan masalah iverted nipple bisa melakukan siasat dengan menarik puting menggunakan spuit yang dipotong ujungnya lalu dibalik. Tapi, dia didingatkan bahwa hisapan bayi adalah cara paling ampuh menarik puting payudara ibu. Semakin sering dihisap bayi, maka puting diyakini akan semakin tertarik keluar.

Anindya menyebut, konselor menyusui menekankan bahwa penerapan teknik pelekatan mulut bayi yang benar pada payudara dan kenyamanan ibu yang diperoleh pada saat menyusui diyakini akan memperlancar proses menyusui.

“Saya sangat terbantu dengan ada layanan koseling dari AIMI. Setelah mendapatkan penjelasan dari konselor, saya jadi bersemangat lagi untuk memberi ASI. Konselor memberikan penjelasan dengan gambar-gambar juga, sehingga lebih mudah untuk dipahami,” jelas dia.

Beda cerita dialami oleh Siti Solekhah, 36, ibu menyusui asal RT 005/RW 008 Kelurahan Nusukan, Banjarsari, Solo. Di tengah pandemi, dia menghadapi masalah produksi ASI yang dirasa kurang maskimal bagi putri ketiganya yang lahir pada Juni 2021.

Siti menyadari bahwa selama ini lebih sering makan seadanya atau kurang menjaga pola makan. Ini terpaksa dilakukan dia karena menyesuaikan dengan pandapatan sang suami yang berkurang akibat pandemi.

Siti bercerita jika suaminya bekerja sebagai karyawan bagian marketing di sebuah perusahaan distributor tisu di Solo. Akibat sekolah-sekolah dan banyak kantor tutup selama pandemi, sang suami kehilangan banyak permintaan pembelian. Alhasil, suaminya kesulitan lagi meraih bonus penghasilan dan hanya bisa menerima gaji pokok yang nominalnya pas-pasan.

Selain pola makan, Siti menduga produksi ASI-nya bisa kurang maksimal karena disebabkan oleh faktor pikiran. Dia mengaku kurang tenang belakangan ini karena memang harus memikirkan kebutuhan rumah tangga yang belum bisa terpenuhi.

Siti pun merasa bertuntung dalam situasi sulit ini, dirinya mendapat cukup dukungan morel maupun materiel dari beberapa tetangga dan pengurus Pos pelayanan terpadu (Posyandu) RW. Dia di antaranya mendapat bantuan makanan bergizi untuk mendukung produksi ASI.

“Dukungan dari luar sangat berarti bagi saya. Saya sendiri ingin rasanya bisa memberikan ASI secara optimal untuk anak, tapi memang terkadang ada saja tantangannya,” jelas dia.

Baca juga: Ancaman Anak Kerdil Kala Pandemi…

Semua pihak perlu turun tangan bantu ibu menyusui 

Saat dimintai tanggapan, konselor menyusui dari AIMI Solo yang juga menjabat sebagai wakil ketua di oganisasi tersebut, Shinta Normala, menyampaikan layanan konseling menyusui online merupakan inovasi yang dilakukan AIMI Solo menindaklanjuti situasi pandemi. Sebelum pandemi, AIMI Solo hampir selalu membuka layanan konseling menyusui dengan tatap muka.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau