Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IDAI: Keamanan Pangan Bisa Jadi Faktor Risiko Stunting

Kompas.com - 25/01/2024, 20:00 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

KOMPAS.com - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam memperingati Hari Gizi Nasional 2024 mengingatkan bahwa menjaga keamanan pangan untuk anak turut berkontribusi dalam mencegah stunting.

Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI dr. Yoga Devaera, Sp.A(K) mengatakan bahwa makanan anak yang tidak terjaga kebersihannya dapat memicu keterlambatan pertumbuhan, yang disebut stunting.

Baca juga: 8 Macam Nutrisi untuk Mencegah Stunting yang Harus Diketahui

"Salah satu faktor non-nutrisi yang berkontribusi besar pada stunting adalah masalah kebersihan," kata dr. Yoga dalam Seminar Media tentang "Food Safety: Safe Food Now For Better Tomorrow" via virtual pada Kamis (25/1/2024).

Ia menerangkan bahwa keamanan pangan menjadi faktor risiko stunting karena makanan yang tercemar bisa menyebabkan anak sakit. Salah satu yang umum adalah diare.

Makanan anak bisa tercemar bakteri, virus, parasit, atau bahan kimia yang jenisnya beragam dan menimbulkan gejala kesakitan yang berbeda-beda.

Baca juga: Dampak Air Bersih Terhadap Stunting yang Perlu Diketahui

"Saat diare anak sakit, nafsu makan bisa turun. Diare juga bisa menyebabkan gangguan penyerapan makanan, yang ujungnya akan membuat anak mengalami gizi kurang," ujarnya.

"Siklusnya (diare) bisa berlanjut, jika tidak dilakukan intervensi," imbuhnya.

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 600 juta orang sakit akibat kontaminasi pangan dan 40 persen kasus keracunan makanan pada balita.

"Jadi, kalau kita bisa memberikan pangan yang aman, tentunya membuat risiko diare seorang anak menjadi lebih rendah," katanya.

Ia mengatakan bahwa diare hanyalah salah satu dari kemungkinan penyakit akibat makanan tercemar, yang bisa memicu anak kurang gizi dan berakhir stunting.

Sementara, masih banyak bentuk penyakit lain dan penyebabnya.

Baca juga: Penyebab Stunting: Kekurangan Gizi Kronis pada Anak Jadi Faktor Utama

Macam penyebab penyakit akibat kontaminasi makanan

Dr. Yoga menjabarkan bahwa penyakit akibat makanan tercemar dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:

  • Bakteri

Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Salmonella sp., Vibrio cholerae O1, Escheria coli, P aeruginosa, C botulinum, L monocytogenes, Shigella sp., dan sebagainya.

  • Virus

Vireus Hepatitis A dan E, virus Polio, dan virus gastroenteritis.

  • Parasit

Cacing hati, cacing pita, dan Trichinella spiralis. Bisa juga dari jenis protozao yang, meliputi Giardia flagellata, Entamoeba Toxoplasma, Sarcocystis dan Cryptosporidium.

Baca juga: 12 Komplikasi Keracunan Makanan yang Harus Diwaspadai

  • Bahan kimia beracun

Histamin, logam berat, nitrat, residu pestisida, komponen dari bahan pengemas, antibiotika aditif pakan, tanin, mikotoksin, aflatoksin, okratoksin, dan sebagainya.

Menurut data 2019, dugaan penyebab keracunan pangan di Indonesia disebabkan oleh 43,2 persen oleh cemaran bakteri patogen, 11,1 persen oleh cemaran kimia atau toksin, dan 33,3 persen tidak diketahui.

Berdasarkan data yang diperoleh oleh Kementerian Kesehatan, penyebab keracunan pangan di Indonesia pada 2019 akibat cemaran bakteri sebanyak 28 persen terjadi di rumah tangga.

"Rumah seharusnya aman, tapi memiliki kontribusi (keracunan) yang cukup tinggi. Berarti ada yang salah dalam pengelolaan pangan di rumah kita masing-masing," ucapnya.

Baca juga: 12 Gejala Anak Keracunan Timbel yang Orangtua Harus Tahu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com