Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Telur dan Kolesterol

Kompas.com - 21/09/2010, 08:06 WIB

Kompas.com — Kolesterol merupakan jenis lemak yang berkeliaran dalam darah dengan bantuan protein yang disebut lipoprotein. Bila kadarnya berlebihan, kolesterol akan menumpuk di dinding pembuluh darah yang akhirnya bisa menyumbat dinding pembuluh darah tersebut.

Kenaikan kolesterol bisa terjadi karena makanan yang masuk dalam tubuh kita. Lemak hewani, bermacam minyak jenuh, serta telur merupakan makanan sumber kolesterol yang sepatutnya dihindari untuk mengurangi kadar kolesterol. Meski kuning telur tinggi kolesterol, bukan berarti kita tidak boleh mengonsumsi telur sama sekali. Karena itu kita perlu memahami mana bagian telur yang mengandung protein dan mana yang tinggi kolesterol.

Kuning telur Dalam satu kuning telur berukuran cukup besar terkandung sedikitnya 213 mg kolesterol. Itu sebabnya jika pagi ini telur menjadi menu sarapan Anda, sebaiknya perhatikan asupan kolesterol dari sumber makanan lainnya. Misalnya, Anda bisa mengganti susu full cream dengan skim milk.

Setiap hari, kita disarankan membatasi asupan kolesterol maksimal 300 mg per hari. Orang yang kadar LDL atau kolesterol jahatnya sangat tinggi dan mengonsumsi obat penurun kolesterol hanya boleh mengasup kolesterol kurang dari 200 mg per hari. Selain telur sebagai lauk, hindari mengonsumsi makanan yang dibuat dari telur, seperti roti atau kue.

Putih telur Memisahkan bagian kuning telur dari menu Anda akan membuat telur yang dikonsumsi bebas dari kolesterol karena putih telur memang tidak mengandung kolesterol. Karena itu, para ahli di Mayo Clinic merekomendasikan putih telur sebagai pengganti telur, misalnya untuk membuat kue atau memasak.

Secukupnya Telur bisa menjadi bahan pangan yang lengkap zat gizinya dan direkomendasikan selama Anda mengurangi asupan makanan lain yang mengandung kolesterol. Pada penelitian mengenai pola makan 17.000 tenaga kesehatan selama 14 tahun diketahui, makan satu butir telur setiap hari tidak meningkatkan risiko terkena penyakit jantung dan stroke. Penelitian itu dipublikasikan tahun 1999 dalam Journal of the American Medical Association.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com