Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/06/2013, 15:43 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis

Sumber Dailymail

Kompas.com- Risiko kanker akibat kebiasaan memakai bedak tabur di organ genital ternyata bukan mitos. Sebuah penelitian di Boston, AS, menyebutkan, bedak tabur yang digunakan di sekitar organ intim meningkatkan risiko kanker sampai 24 persen.

Hal tersebut tentu mengkhawatirkan karena cukup banyak wanita yang terbiasa menggunakan bedak tabur untuk menjaga organ genitalnya tetap kering dan segar.

Menurut para peneliti, partikel halus dari bedak tabur bisa masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan inflamasi sehingga memicu pertumbuhan sel kanker.

Penelitian ini dilakukan dokter dari  rumah sakit Brigham and Women's Hospital di Boston, dan dimuat dalam jurnal Cancer Prevention Search. Metode penelitian ini adalah meta-analisis atau menganalisa 8 riset sebelumnya mengenai kaitan bedak tabur dan kanker. Metode seperti ini bisa menghasilkan bukti lebih kuat ketimbang satu studi individual.

Riset dilakukan terhadap 8.525 wanita yag didiagnosa menderita kanker ovarium. Data ini kemudian dibandingkan dengan penggunaan bedak tabur pada 9.800 wanita yang bebas kanker. Hasilnya, penggunaan bedak tabur meningkatkan risiko kanker ovarium hingga 24 persen.

Namun peneliti mengingatkan, hasil ini hanya berlaku pada bedak tabur yang digunakan di daerah genital, tidak di bagian tubuh lainnya.

Bedak tabur dibuat dari mineral halus yang disebut hydrous magnesium silicate. Mineral ini dihancurkan, dikeringkan, dan digiling untuk memproduksi bubuk yang digunakan dalam kosmetik. Beberapa ahli mengatakan, kandungan kimia bahan bedak memiliki kesamaan dengan asbestos. Asbestos menyebabkan kanker paru mematikan yang disebut mesothelioma.

Partikel kecil ini ditemukan 'berjalan' melalui alur genital dan ditemukan di dalam panggul. Bahan ini bisa tinggal dalam tubuh dalam waktu yang lama. Bila partikel bedak ini ada di paru, dierlukan waktu 8 tahun untuk menghilangkannya.

Kanker ovarium sendiri sering disebut sebagai "silent killer" karena penyakitnya baru menunjukkan gejala jika sudah masuk stadium lanjut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau