Misalnya, pada usia tiga anak belum bisa memegang pensil, padahal semestinya motorik halus anak sudah berkembang baik. Masalah seperti ini juga bisa mengindikasikan adanya kelainan saraf. Jika masalah semacam ini segera dikenali dan ditangani, tentunya anak terhindar dari berbagai kesulitan ke depannya.
Dokter anak dr Attila Dewanti, SpA (K) Neurologi, mengatakan, bermain dibutuhkan untuk tumbuh kembang anak, untuk merangsang motorik kasar, motorik halus, dan kognisi. Permainan yang tepat juga menunjang tumbuh kembang optimal.
"Otak akan berkembang dengan baik dan optimal bila diberikan sebagai stimulasi sejak dini. Salah satu stimulasinya adalah dengan bermain," tegas dr Attila di Jakarta beberapa waktu lalu.
Ia melanjutkan, idealnya, anak tidak bermain sendiri melainkan ditemani orangtuanya. Pendampingan orangtua inilah yang bisa membantu mendeteksi sedari dini apakah anak menunjukkan tanda keterlambatan tumbuh kembang.
Dr Attila menjelaskan, bermain punya pengaruh besar terhadap perkembangan sensori dan kognitif.
Dengan berkembangnya sensori atau pancaindra, anak dapat meningkatkan keterampilan motorik kasar, halus, serta koordinasi. Anak juga memiliki kemampuan bereksplorasi dan melampiaskan kelebihan energinya.
Lewat bermain, orangtua juga bisa membantu anak mengembangkan kemampuan kognitif. Caranya dengan memberikan permainan yang membantu anak mengeskplorasi dan memanipulasi bentuk, ukuran, tekstur, dan warna. Anak juga bisa mengembangkan kognitifnya dengan pengalaman bermain angka.
Untuk menstimulasi perkembangan tertentu, orangtua perlu memilih mainan yang tepat. Lewat permainan yang tepat sesuai usia ini orangtua juga bisa mengenali apakah anak mengalami kesulitan atau gangguan tertentu.
Jika ingin menstimulasi pertumbuhan fisik dan motorik kasar, gunakan mainan seperti sepeda roda tiga atau roda dua, mainan yang didorong dan ditarik, juga tali. Sementara, stimulasi motorik halus bisa dilakukan dengan permainan menggunakan gunting yang aman untuk balita, pensil, bola, balok, lilin.
Kecerdasan atau kognitif balita juga bisa distimulasi lewat bermain menggunakan buku gambar, buku cerita, puzzle, boneka, pensil, warna. Kemampuan anak dalam berbahasa juga bisa dilatih lewat bermain. Orangtua perlu menyediakan buku bergambar, buku cerita, majalah, radio, televisi.
Pada usia dua tahun, anak sebaiknya mulai bisa belajar mandiri atau menolong diri sendiri. Anak-anak bisa bermain menggunakan gelas atau piring plastik, sendok, baju, sepatu, kaos kaki.
"Pada tahapan ini paling sering dilupakan oleh orangtua, karena mengandalkan pengasuh atau asisten rumah tangga. Padahal sambil bermain orangtua bisa membantu anak mengembangkan kemampuan menolong diri sendiri, seperti memakai baju sendiri," ungkapnya.
Perkembangan tingkah laku sosial anak juga bisa dirangsang lewat bermain. Pilih alat permainan yang dapat dipakai bersama misal congklak, kotak pasir, bola, tali, dan lainnya. Stimulasi ini biasanya bisa diberikan saat anak berusia 3-4 tahun.
"Perhatikan cara anak usia ini bermain, karena dari situ orangtua bisa mendeteksi apakah anak menderita autis atau tidak. Umumnya anak autis ada gangguan di hubungan sosial, tidak bisa menatap mata. Perilakunya selalu diulang, cenderung cuek, dan tidak bisa berkomunikasi. Ini bisa dideteksi saat anak bermain," tutur dr Attila.