KOMPAS.com – Tak ada orang yang ingin menderita kanker. Ganasnya serangan dan berbagai kerugian yang ditimbulkan menyebabkan orang berlomba menghindari penyakit ini. Termasuk untuk
kanker payudara yang merupakan salah satu pembunuh utama wanita.
Upaya pencegahan menimbulkan beberapa mitos yang tak perlu dipercaya terkait kanker payudara. Berikut 2 mitos tersebut
1. Tak perlu menggunakan bra
Bra yang mengikat erat lingkar dada wanita dianggap sebagai penyebab kanker payudara. Tidak perlu terlalu sering menggunakan bra dinilai menjadi salah satu upaya pencegahan.
“Mitos ini timbul karena bra yang mengikat erat lingkar dada dianggap menghambat aliran darah. Darah tersebut lantas bergumpal dan menyebabkan kanker. Hal ini sama sekali tidak benar, penggunaan bra tidak berhubungan dengan kanker payudara,” kata Sekjen Perhimpunan Bedah Onkologi Indonesia, Walta Gautama, di acara peringatan Hari Kanker Sedunia, Minggu (9/2/2014) di Jakarta.
2. Payudara besar risiko meningkat
Mitos lain yang beredar adalah, kanker payudara lebih rentan terjadi pada wanita berpayudara besar. Mitos ini tidak benar, karena payudara kecil dan besar berisiko sama terkena kanker payudara.
“Mitos ini timbul karena pada payudara besar sel kanker lebih sulit dideteksi karena tumpukan lemak yang tebal. Yang patut diwaspadai adalah pada wanita yang kurus atau langsing tapi payudaranya besar,” jelas Walta di depan 500 peserta dari Indonesia Cancer Care Community (ICCC).
Kanker payudara saat ini menjadi pembunuh banyak wanita di Indonesia dan dunia. Walta mengingatkan wanita untuk tidak segan memeriksakan payudara selepas usia 40 tahun. Pemeriksaan haruslah menggunakan mammografi yang memiliki sensitifitas dan keakuratan hampir 100 persen. Bila tidak mau mammografi, sebaiknya pilih Magnetic Resonance Image (MRI) yang memiliki kualitas sama namun lebih mahal.
Jika hasilnya positif maka wanita harus segera melanjutkan pemeriksaan, yaitu biopsi. Pemeriksaan yang bersifat diagnosis dan terapi ini akan menjelaskan bentuk, sifat, dan perkembangan kanker. Bentuk pengobatan disesuaikan dengan karakter kanker yang diketahui melalui hasil biopsi.
“Paling lambat satu bulan satu bulan setelah biopsi, pasien harus segera melakukan pengobatan. Bila terlewat kesempatan kanker tumbuh semakin besar, karena jarum biopsi seperti membuat jalan tol bagi sel menuju permukaan. Meski begitu tidak tepat mitos yang mengatakan biopsi menyebabkan pertumbuhan kanker semakin cepat,” terang Walta.
Bentuk pengobatan bisa menggunakan nuklir yang disebut teknik ablasi atau kemoterapi. Kemoterapi lebih efektif diterapkan pada sel kanker yang tumbuh dengan cepat. Akibatnya pengobatan ini mempengaruhi sel organ yang juga tumbuh cepat misalnya rambut, kuku, dan sel darah merah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.