Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/02/2014, 14:21 WIB
Unoviana Kartika

Penulis


KOMPAS.com- Kanker serviks atau kanker leher rahim termasuk urutan teratas untuk jenis kanker yang paling banyak terjadi di Indonesia. Diperkirakan ditemukan 15.000 kasus kanker serviks dengan 53 juta wanita berisiko mengidapnya.
 
Salah satu mengurangi risiko kanker serviks adalah rutin melakukan deteksi dini, misalnya dengan pap smear. Namun menurut dokter kebidanan dengan subspesialis onkologi Andi Darma Putra, aktivitas tersebut tidak lantas menghindari wanita dari risiko tersebut.
 
"Kalau ada wanita rutin pap smear tetapi tetap dinyatakan kanker serviks tentu saja mungkin, karena deteksi dini bukan untuk mencegah terkenanya, tetapi untuk mencegah ditemukannya di stadium lanjut," ujarnya dalam Seminar Awam Kanker Serviks SOHO Global Medika, Jumat (14/2/2014) di Jakarta.
 
Meskipun tidak bisa menghindar dari risiko kanker serviks, namun deteksi dini mampu memberikan manfaat sangat besar. Andi mengatakan, jika teratur melakukan deteksi dini, kelainan-kelainan yang menjadi tanda kanker akan lebih mudah terdeteksi.
 
Menurut Andi, jika ditemukannya pada kondisi lesi prakanker kemungkinan untuk sembuh bisa mencapai 100 persen. Berbeda dengan jika sudah ditemukan pada stadium kanker, angka yang dibicarakan adalah harapan hidup, bukan kesembuhan lagi.
 
Apabila ditemukan pada stadium awal, harapan hidup pasien masih sekitar 70-80 persen, namun jika sudah stadium lanjut maka hanya sekitar 10-30 persen saja. Maka menurut Andi, mendeteksi dini kanker serviks adalah langkah yang sangat penting.
 
Deteksi dini kanker serviks, lanjut Andi, bisa dilakukan dengan beberapa metode. Selain pap smear, ada pula inspeksi visual dengan asam asetat (IVA), dan cara terbaru yaitu dengan teknologi self-sampling untuk deteksi kanker serviks.
 
"Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pap smear masih jadi standar emas karena bisa mendeteksi dengan akurasi 60-90 persen. Sedangkan IVA cakupannya lebih luas meskipun akurasinya lebih rendah dari pap smear," terang dokter yang berpraktik di RS Bunda ini.
 
Adapun teknologi self-sampling adalah metode baru yang menggunakan alat khusus agar dapat digunakan sendiri di rumah, sehingga tingkat privasinya lebih tinggi. Meskipun analisisnya tetap dilakukan di laboratorium.
 
Deteksi dini lebih baik direkomendasikan dilakukan setiap tahun. Namun jika dalam dua tahun hasilnya baik, maka pemeriksaan selanjutnya bisa dilakukan tiga atau empat tahun kemudian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau