Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/06/2014, 10:19 WIB
Unoviana Kartika

Penulis


KOMPAS.com - Pembesaran prostat merupakan gangguan kesehatan yang seringkali dialami oleh pria berusia lebih dari 60 tahun. Kebanyakan orang beranggapan, kondisi tersebut muncul akibat gaya hidup yang tidak sehat hingga kurangnya berhubungan seksual.

Pembesaran prostat ditandai dengan gejala seperti sulit menahan kencing, sering kencing, dan sering kencing di malam hari. Selain itu, pembesaran prostat bisa diketahui dengan pancaran kencing yang lemah, kencing terputus-putus, harus menunggu sebelum kencing, mengedan, dan tidak mampu menahan kencing.

Dokter spesialis urologi dari RS Premier Bintaro Gideon FP Tampubolon, menjelaskan, gaya hidup sebenarnya tidak berpengaruh pada pembesaran prostat. Bahkan, kondisi ini tidak dapat dicegah dengan mengubah gaya hidup saja.

Ia mengatakan, baik makanan ataupun minuman tidak berkaitan dengan risiko peningkatan pembesaran prostat. Gaya hidup seperti kebiasaan berhubungan seksual pun tidak berhubungan dengan risiko tersebut.

"Seringkali masyarakat terjebak mitos yang mengatakan risiko pembesaran prostat meningkat karena tidak berhubungan seks. Padahal orang yang sama sekali tidak berhubungan seks pun banyak yang bebas dari pembesaran prostat," ujar Gideon dalam media gathering bertajuk "Laser untuk Penanganan Terkini Pembesaran Prostat dan Batu Saluran Kemih" di Tangerang Selatan, Kamis (12/6/2014).

Orang yang tidak melakukan hubungan seks karena kepercayaan tertentu misalnya, angka kejadian pembesaran prostatnya tidak terbukti lebih banyak.

Gideon menjelaskan, prostat membesar dipengaruhi hormon testosteron dan hormon pertumbuhan. Sehingga jika tidak ingin mengalami pembesaran prostat, maka produksi hormon testosteron perlu dihentikan. Padahal hormon tersebut akan diproduksi pria sepanjang hidupnya melalui organ testis.

Dengan kata lain, supaya tidak terjadi pembesaran prostat, organ tersebut harus dinonaktifkan. Caranya yaitu dengan obat-obatan atau dikebiri.

"Namun siapa pria yang mau dikebiri? Jadi, memang risikonya pasti ada pada setiap pria," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau