Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenali Orang-orang yang Berisiko Tinggi Tertular TBC, Siapa Saja?

Kompas.com - 02/02/2025, 06:05 WIB
Khairina

Editor

KOMPAS.com-Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Berdasarkan Global Tuberculosis Report 2024 yang diterbitkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 5-10 persen orang yang terinfeksi TBC akan mengalami gejala dan mengembangkan penyakit TBC.

Penyakit TBC yang ditularkan lewat udara ketika orang batuk, bersin, atau meludah, masih menjadi masalah kesehatan global.

Baca juga: Stigma TBC Hambat Pengobatan, Kemenkes Ajak Masyarakat Berperan Aktif

Pada 2023, diperkirakan 10,8 juta orang di dunia sakit karena TBC. Indonesia menempati posisi kedua di dunia dengan estimasi 1.090.000 kasus TBC baru setiap tahun dan 125.000 kematian akibat TBC.

“Meskipun semua orang bisa tertular TBC, terdapat kelompok yang lebih berisiko tinggi tertular TBC, yaitu orang yang kontak serumah dan kontak erat dengan pasien TBC, orang dengan HIV (ODHIV), dan perokok,” ujar Sekretaris Ditjen Penanggulangan Penyakit Kementerian Kesehatan RI, dr. Yudhi Pramono, MARS, dalam rilis Kementerian Kesehatan yang dikutip Minggu (2/2/2025).

Beberapa orang yang berisiko tinggi tertular TBC adalah orang dengan diabetes melitus (DM), bayi, anak-anak, dan lansia yang memiliki interaksi dengan pasien TBC, warga binaan pemasyarakatan (WBP), tunawisma, pengungsi, serta masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh-padat dan kumuh-miskin.

Bakteri TBC dalam percikan (droplet) dapat bertahan selama beberapa jam di ruangan yang lembap dan tidak terpapar sinar matahari.

“Bila percikan droplet tersebut dihirup oleh orang lain, terutama mereka yang memiliki kontak erat dengan pasien TBC, maka risiko penularan semakin tinggi,” lanjut Yudhi.

Baca juga: Kemenkes Soroti Pentingnya Deteksi Dini dalam Penanggulangan TBC

Menurut dia, setelah seseorang terinfeksi, kuman Mycobacterium tuberculosis bisa dalam kondisi aktif atau tidak aktif (dormant) dalam tubuhnya.

"Jika daya tahan tubuhnya baik, maka bakteri TBC akan tetap tidur. Namun, jika daya tahan tubuh menurun, bakteri ini bisa menjadi aktif dan menyebabkan penyakit,” ujarnya.

Guna menemukan kasus tuberkulosis secara dini, investigasi kontak dilakukan oleh tenaga kesehatan atau kader, dengan minimal 8 orang diperiksa untuk setiap kasus TBC.

Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor HK.02.02/C/2175/2023 tentang Perubahan Pelaksanaan Investigasi Kontak dan Alur Pemeriksaan Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB) serta Pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) di Indonesia.

“Kegiatan investigasi kontak adalah salah satu strategi dalam program penanggulangan TBC untuk melacak dan mencari orang-orang yang berinteraksi langsung (kontak serumah dan kontak erat) dengan pasien TBC. Hal ini dilakukan oleh petugas fasilitas pelayanan kesehatan, kader, atau komunitas,” jelas Yudhi.

Baca juga: Menkes Ajak Masyarakat Skrining TBC Mandiri

Untuk memastikan semua kontak dapat dilacak atau diinvestigasi, perlu dilakukan beberapa upaya, seperti door to door atau jemput bola langsung ke rumah pasien dan kontak (serumah dan erat).

“Kader dapat melakukan kunjungan ke rumah pasien TBC dan rumah tetangga atau rekan yang berkontak dengan pasien melalui pendekatan yang sesuai dengan budaya di daerah,” kata Yudhi.

Apabila kontak menolak untuk dikunjungi rumahnya, kata Yudhi, maka petugas dapat menawarkan pilihan invitasi kontak, yaitu mengundang kontak untuk datang ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), misalnya puskesmas atau rumah sakit, lalu dilakukan skrining oleh petugas di fasyankes.

Petugas atau kader juga melakukan investigasi kontak terhadap teman satu kantor, satu sekolah, atau teman satu tempat bermain (jika pasien TBC merupakan anak-anak).

Mereka membantu mengarahkan dan mendampingi kontak agar datang ke fasyankes untuk pemeriksaan lebih lanjut.

“Jika ada yang bergejala TBC, maka akan dilakukan pemeriksaan diagnosis. Sementara itu, yang tidak bergejala akan menjalani asesmen untuk pemberian Terapi Pencegahan TBC (TPT). Jika terkendala transportasi, petugas atau kader sering kali menjemput menggunakan kendaraan pribadi atau meminjam ambulans puskesmas atau desa jika dibutuhkan,” terang Yudhi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau