Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/02/2015, 11:06 WIB

KOMPAS.com - Remaja merokok bukan lagi pemandangan langka di sekitar kita. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, sebanyak 18,3 persen remaja usia 15-19 tahun menjadi perokok aktif, sedangkan pada kelompok anak usia 10-14 tahun mencapai 1,4 persen.

Faktor penjualan rokok yang masih amat bebas di Indonesia semakin memudahkan para remaja mendapatkan rokok. Meskipun sudah ada larangan pembelian rokok bagi anak di bawah usia 18 tahun, tetap saja masih banyak anak-anak hingga remaja yang merokok.

“Warung-warung di Indonesia tersebar di mana-mana dan rokok bisa dijual batangan. Karena dijual secara batangan, semakin mudah membeli rokok. Gampang atau tidaknya akses membeli rokok itu yang harus diperhatikan,” ujar Carlo Tamba, penggiat olahraga dan founder Masterbootcamp dalam acara diskusi dengan influencer media sosial mengenai rokok yang diadakan oleh Smoke Free Agent di Jakarta (7/2/14).

Pedagang yang yang menjual rokok memang mudah ditemui di warung dekat sekolah-sekolah, sehingga para remaja semakin mudah membelinya. Selain penjualan dan distribusi rokok yang luas, iklan dan media yang digunakan dalam mempromosikan rokok turut berpengaruh.

Cecaran iklan rokok, promosi dan sponsorship rokok, tanpa disadari telah memengaruhi persepesi orang muda, apalagi perokok kerap digambarkan sebagai orang yang pemberani, jantan, dan kreatif.

“Iklan rokok berpengaruh pada anak muda karena banyak sekali iklan yang menampilkan soal keberanian atau image tertentu, yang membuat anak muda semakin ingin mencoba rokok. Tagline dan sosok yang ditayangkan dalam iklan rokok pun jelas mempengaruhi mereka,” terang penulis muda Alanda Kariza, dalam acara yang sama.

Selain karena pengaruh iklan, ada pula yang merokok karena ikut-ikutan teman atau hanya menaikkan gengsi. “Satu hal yang mengganggu saya yaitu adanya anggapan kalau merokok itu keren. Banyak anak remaja yang merokok karena ingin terlihat keren atau menjadi ajang pemberontakan,” kata presenter sekaligus penggiat media sosial, Pangeran Siahaan.

Pangeran menceritakan pengalamannya ketika berhadapan dengan rokok. Seluruh keluarga dan saudaranya tidak ada yang merokok, termasuk dirinya. Namun, ia berada di lingkungan yang merupakan perokok. “Teman saya hampir semuanya merokok. Saya pernah mencoba rokok, tetapi tidak menemukan apa enaknya dari rokok,” tuturnya.

Alanda pun mengakui cukup sulit mengubah persepsi orang-orang di sekitarnya akan bahaya rokok.  “Di lingkungan saya, teman-teman saya banyak yang merokok. Ternyata lebih susah meyakinkan mereka untuk berhenti merokok daripada kepada orang yang tidak dikenal. Tantangan paling besar adalah mengajak orang-orang sekitar untuk berhenti, seperti ayah saya atau om saya yang masih merokok,” tukasnya.

Padahal, remaja perokok lebih rentan terkena penyakit karena pada usia remaja paru masih dalam proses pertumbuhan. Merokok pada usia remaja memiliki risiko lebih besar terkena penyakit, seperti bronkitis, tuberkulosis, dan kanker paru. (Purwandini Sakti Pratiwi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau