Demikian pertanyaan yang muncul seperti diungkapkan Kartono Muhammad, penasehat Komisi Nasional Pengendalian Tembakau di Jakarta, Selasa (28/4/2015). Menurut Kartono, rokok adalah racun bagi tubuh manusia. Ibarat makanan atau minuman, tentunya yang mengandung racun dilarang untuk diperjualbelikan.
"Mana ada racun dijual untuk dikosumsi. Hanya rokok yang bebas dijual," ucapnya.
Rokok mengandung lebih dari 4000 zat kimia berbahaya dan lebih dari 43 zat yang menyebabkan kanker. Rokok juga terbukti sebagai produk adiktif yang dapat menimbulkan ketergantungan bagi penggunanya.
Konsumsi rokok bahkan tak hanya berbahaya bagi si perokok, tetapi juga orang-orang di sekelilingnya yang terpapar asap rokok. Menjadi perokok pasif bisa meningkatkan risiko serangan jantung, stroke, kanker paru-paru, hingga tuberkulosis.
Pada ibu hamil, rokok bisa menyebabkan kematian pada bayi yang dikandung, melahirkan bayi prematur, meningkatkan risiko bayi terkena bronkitis, hingga pneumonia.
Pemerintah tidak tegas
Menurut Kartono, ketidaktegasan pemerintah dalam pengendalian tembakau terlihat jelas. Bahkan, ia menduga ada kongkalikong antara oknum pejabat pemerintahan dengan produsen rokok.
"Pemerintah sekarang cenderung melindungi. Jelas sekali, kelihatan. Contohnya, Menkopolhukam ikut campur urusan rokok mengenai larangan iklan di DKI dan Bogor," pungkasnya.
Kartono mengatakan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selama ini juga hanya mengawasi, kemudian memberikan rekomendasi atau teguran. Tidak ada sanksi tegas yang diberikan meski ada pelanggaran dari produsen rokok akibat lemahnya peraturan yang ada.
"Masalahnya enggak berani saja. Peraturannya lemah. Pemerintah sengaja melindungi insustri rokok, takut. Artinya pemerintah sengaja meracuni anak bangsa," lanjutnya.
Menurut Kartono, pemerintah seharusnya lebih mempertimbangkan dari sisi kesehatan dibanding industri.
Pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, peraturan yang ada saat ini ramah bagi industri rokok. Tidak ada sanksi tegas yang diberikan pada produsen rokok yang melanggar peraturan, seperti bungkus rokok yang belum mencantumkan gambar "seram".
"Jangan selalu mengakali peraturan yang ada. Negara ini masih menjadi surga yang paling nyaman bagi industri rokok," kata Tulus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.