Kecukupan gizi di 1000 hari pertama kehidupan, atau sejak anak dalam masa kandungan (9 bulan) sampai ia berusia 2 tahun sering disebut juga dengan istilah periode emas atau window of opportunity.
Jika kesempatan itu tidak dimanfaatkan bisa menimbulkan beban ganda masalah gizi, yakni anak kurang gizi, lambat berkembang, mudah sakit, kurang cerdas, serta saat dewasa kegemukan dan beresiko besar mengalami penyakit tidak menular.
Dalam buku Sehat & Bugar Berkat Gizi Seimbang disebutkan, penelitian gizi jangka panjang di Guatemala terhadap 1.424 orang dewasa yang diteliti sejak mereka masih berusia anak-anak (0-7 tahun) terungkap pengaruh pemenuhan gizi sejak dini.
Mereka yang mendapat perbaikan gizi pada usia di bawah dua tahun, ternyata menikmati kesempatan kerja dengan penghasilan tertinggi dibandingkan dengan yang mendapat perbaikan gizi di usia lebih lambat, yakni di bawah tiga tahun dan di atas 3 tahun.
Ini berarti sejak sebelum hamil, calon ibu wajib memenuhi kebutuhan gizi untuk janin yang akan dikandungnya. Kemudian setelah lahir, agar tumbuh kembang anak lebih prima dan sempurna, diperlukan pola asuh yang baik.
Saat anak usia 0-6 bulan ibu seharusnya memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif. ASI menyediakan kebutuhan energi dan zat gizi bagi bayi.
Di usia 6 bulan, anak mulai diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI, berupa makanan dan minuman yang diberikan secara beragam kepada bayi selain ASI. Tentu saja pemberian MPASI perlu dilakukan bertahap, dari makanan bertekstur lunak, lembek, hingga padat, sesuai dengan tingkat usia bayi.
Produk Fortifikasi
Berdasarkan acuan Label Gizi Produk Pangan yang dirilis oleh BPOM (2007), kebutuhan energi bayi usia 6 bulan meningkat hingga 1.5 kali, kebutuhan proteinnya meningkat 2 kali lipat, kebutuhan karbohidratnya meningkat 2.4 kali dan kebutuhannya akan zat besi meningkat 26 kali lipat.
Namun untuk memenuhi kebutuhan gizi harian tersebut dibutuhkan makanan yang terlalu besar untuk kapasitas perut bayi. Misalnya, mengonsumsi 1 kg ikan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi mikronya.
Untuk memenuhi kebutuhan zat gizi tersebut, dianjurkan dengan pemberian Taburia, yaitu bubuk multivitamin mineral. Taburia bisa ditaburkan pada makanan yang dibuat sendiri.
Sementara itu pada MPASI buatan pabrik, zat gizi mikro biasanya sudah terkandung di dalamnya.
WHO dan UNICEF turut merilis Global Strategy for Infant and Young Child Feeding yang menyatakan bahwa makanan tambahan yang diproses oleh industri makanan bisa menjadi pilihan ibu dalam memberikan makanan tambahan yang mencukupi kebutuhan nutrisi dan aman.
Meski demikian, perlu dipilih produk MPASI yang memiliki kandungan gizi lengkap, termasuk juga untuk anak yang mengalami alergi atau pun menambah berat badan bayi.
Salah satu produk MPASI fortifikasi adalah produk Milna dari Kalbe Nutritionals yang terdiri dari bubur bayi dan biskuit.
Sesuai dengan Regulasi SNI yang berlaku, produk-produk tersebut tidak memiliki kandungan bahan pengawet. Kombinasi antara proses dan pemilihan bahan baku serta bahan kemas, merupakan faktor utama yang menentukan umur simpan produk Milna.
Bahan baku yang digunakan memiliki kadar air dan aktifitas air yang rendah, lalu kemasan yang dipilih adalah alumunium foil, sehingga pemilihan bahan baku dan kemasan, mampu mencegah berkembangnya bakteri pathogen. Hal penting lainnya adalah proses pengolahan di pabrik dalam kondisi steril.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.