Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/08/2015, 08:47 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Banyak rumah sakit di sejumlah daerah terus berbenah untuk menyambut kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN atau MEA sejak beberapa tahun terakhir. Sejak tahun 2012, sebanyak 125 rumah sakit dari sekitar 2.000 rumah sakit di Indonesia sudah mengikuti standar internasional dalam pelayanan kesehatan.

Meski persentasenya kecil, ada upaya dari pemerintah dan pihak rumah sakit untuk memperbaiki akreditasi kesehatan. "Pasar bebas adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Dunia sudah berubah dan kami sudah lama bersiap untuk itu," kata Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Sutoto saat dihubungi di Jakarta, Jumat (7/8).

Sutoto menambahkan, dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit sudah disebutkan, upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal tiga tahun sekali. Akreditasi itu melingkupi segala bentuk pelayanan tenaga medis terhadap pasien dan fasilitas yang harus dipenuhi rumah sakit sesuai golongannya.

Untuk mendukung program tersebut, Sutoto berharap pendidikan kedokteran di Indonesia juga mengikuti standar akreditasi internasional. "Kami yakin rumah sakit Indonesia mampu bersaing menghadapi MEA," ujarnya.

Sikap IDI

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak pelayanan kesehatan di Tanah Air dijadikan komoditas dagang ASEAN. Selain karena melanggar UUD 1945, kebijakan tersebut dinilai akan mengundang ketidakadilan dalam sistem kesehatan negara.

"Tujuan pasar bebas tersebut bertentangan dengan ideologi bangsa yang merupakan negara kesejahteraan. Dalam pasar bebas, orientasi pelayanan kesehatan akan berdasarkan keuntungan pemilik modal, bukan kesejahteraan masyarakat," ujar Ketua Umum IDI Zainal Abidin di Jakarta, Kamis.

Menurut Zainal, program MEA yang dimulai tahun 2016 berpotensi membuat sistem kesehatan Indonesia semakin terpuruk. Persaingan di bidang kesehatan akan merugikan rakyat karena pelayanan akan mengutamakan golongan yang mampu membayar sehingga timbul ketidaksetaraan.

Selain itu, standar medis juga ditetapkan oleh Singapura yang sudah mapan dalam sistem kesehatan. "Tak menutup kemungkinan dokter Indonesia tidak bisa bekerja di negara sendiri karena dianggap tidak layak oleh standar Singapura," katanya.

Zainal berharap kebijakan negara kembali pada orientasi awalnya, yaitu keadilan sosial bagi semua rakyat Indonesia. Untuk itu, pemerintah diminta memegang kendali penuh dalam memperbaiki sistem kesehatan nasional. (B06)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com