Oleh J Galuh Bimantara
KOMPAS.com - Kunci utama menurunkan tingkat keparahan diabetes melitus pada pasien bukanlah obat ataupun metode operasi yang semakin canggih, melainkan kedisiplinan pasien untuk menjalankan gaya hidup sehat serta menurunkan bobot tubuh hingga tingkatan ideal. Namun, menuntut kedisiplinan pasien tersebut juga merupakan tantangan terbesar bagi para dokter untuk mencegah keparahan.
Dokter spesialis konsultan endokrin-metabolik-diabetes pada Rumah Sakit Gading Pluit, Jakarta, Benny Santosa, mengatakan, dengan hanya menjalankan diet, pasien bisa menurunkan 15 persen kadar gula dalam darah dan hanya dengan olahraga teratur juga menurunkan 15 persen. "Jika kedua hal itu dilakukan, pasien berarti dapat menurunkan 30 persen gula darah," kata Benny dalam Third Scientific Symposium and Workshop Endocrine Update: "Management of Thyroid and Metabolic Disorder", Sabtu (17/10), di Jakarta.
Keputusan pasien menjadi penentu keberhasilan pasien. Benny mengatakan, di awal, pasien kebanyakan masih mematuhi nasihat dokter untuk menjalankan gaya hidup sehat, terutama untuk mencegah mengonsumsi nutrisi yang meningkatkan kadar gula darah. Pasien biasanya takut dengan risiko jika diabetes semakin parah, antara lain amputasi kaki diabetik dan stroke. Namun, setelah beberapa bulan, pasien kemungkinan besar lupa dengan ketakutan tersebut sehingga tidak disiplin diet.
"Selama pasien tidak disiplin, terapi sampai kapan pun tidak akan berhasil," ujar Benny. Menurut dia, hingga saat ini pun belum ada obat yang aman guna menurunkan nafsu makan pasien dan mencegah pasien terlalu banyak makan.
Profesor Mathias Brendel dari Third Medical Department University Hospital Giessen, Jerman, mengatakan, diabetes melitus tipe 2 saat ini merupakan beban global. Saat ini, menurut International Diabetes Federation, terdapat sekitar 387 juta pasien diabetes di seluruh dunia dan diperkirakan terus naik menjadi 592 juta pasien pada 2035. Diabetes melitus kemungkinan meningkatkan risiko kematian dua kali lipat atau memicu kematian 5 juta pasien dengan penyakit kardiovaskular setiap tahun.
Karena itu, menurut Benny, langkah terbaik bagi para dokter sekarang adalah tetap memberikan edukasi pentingnya diet dan olahraga teratur bagi pasien. Olahraga yang dilakukan tidak perlu berat, seperti lari maraton dan angkat besi.
"Cukup jalan kaki dengan irama militer selama 30 menit," ucap Benny. Namun, olahraga tersebut harus rutin, setidaknya lima kali dalam seminggu.
Dokter spesialis bedah konsultan bedah digestif pada RS Gading Pluit, Peter Ian Limas, menambahkan, kedisiplinan pasien untuk menjalankan gaya hidup sehat pun tetap dibutuhkan walaupun pasien sudah menjalani bedah bariatrik untuk mengatasi sindrom metabolik. Bedah bariatrik tidak bisa sepenuhnya menurunkan bobot tubuh pasien hingga tingkatan ideal. Agar mencapai yang ideal, pasien harus mengupayakan sendiri pola diet dan olahraga teratur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.