Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Angka Kematian Ibu...

Kompas.com - 23/04/2010, 05:09 WIB

Namanya Fatimah. Buruh cuci. Usianya 28 tahun. Ia meninggal dua tahun lalu saat melahirkan anak ketiganya. Dukun bayi yang menolong persalinannya tak mampu menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya.

”Fatimah meninggal sesaat setelah melahirkan, disusul bayinya,” kenang Lies Marcoes-Natsir.

Ibu tiga anak itu melanjutkan, ”Fatimah dan suaminya, buruh serabutan, tak bisa minta bantuan keluarga karena sangat miskin. Ibunya Fatimah janda dengan empat anak, satu di antaranya terkena gangguan mental.”

Rekaman peristiwa itu tak pernah hilang dari benak Lies. Keluarga kakak dari Fatimah sempat mendapat perhatian khusus dari Lies dan keluarganya. ”Ia pindah rumah. Saya baru diberi tahu beberapa waktu setelah kematian Fatimah,” tutur Lies.

Sebagai Senior Program Officer untuk program advokasi hak reproduksi The Asia Foundation yang punya kerja sama dengan organisasi Aisyiyah, Lies mengamati detail persoalan.

Jarak letak Ciparigi tak jauh dari Kota Bogor. Seluruh fasilitas kesehatan untuk persalinan dengan komplikasi tersedia di Rumah Sakit PMI dan dua rumah sakit swasta. Pusat kesehatan masyarakat hanya 15 menit dari rumahnya, sedangkan bidan hanya beda kompleks. Fatimah dan keluarganya tinggal di kampung, sementara bidan di kompleks perumahan.

”Fatimah gagal diselamatkan karena semua itu terlalu jauh bagi dia dan keluarganya yang sangat miskin,” ujar Lies, ”Birokrasi pengurusan jaminan kesehatan masyarakat tak terjangkau. Satu-satunya penolong yang bisa diraih adalah dukun bayi.”

Tragedi kemanusiaan

Bagi perempuan miskin seperti Fatimah, makna infrastruktur tak berhubungan dengan kilometer jarak dari rumah ke pusat pelayanan kesehatan seperti dalam teori para perancang pembangunan, melainkan akses waktu ekonomi dan pengambilan keputusan.

”Saya menjumpai banyak kasus kematian ibu karena pengambilan keputusan yang terlambat,” kenang Sri Kusyuniati, Kepala Perwakilan Indonesia Yayasan Kependudukan Dunia (WPF) di Jakarta.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com