Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salah Kaprah Obat Generik

Kompas.com - 30/04/2010, 10:10 WIB

Obat generik, lanjut Arini, harganya memang lebih murah ketimbang obat paten. Tetapi, bukan dikarenakan mutu atau efikasinya rendah. Obat generik tak memerlukan biaya riset dan pengembangan yang mahal seperti halnya obat originator atau paten. 

"Yang diperlukan hanyalah riset untuk membuat formulasi agar dapat setara dengan obat originator sehingga dapat dijual dengan harga murah," ujar anggota tetap Komisi Nasional Penilai Efikasi dan Keamanan Obat Jadi/Obat Modern di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ini.

Obat paten, terang Arini, sangat wajar bila harganya mahal karena biaya yang dibutuhkan untuk risetnya mencapai  900 juta dollar (hampir Rp 900 miliar) hingga 1,8 juta miliar dollar AS.  Selain itu, ekslusivitas obat paten ini terbilang relatif singkat.  Walaupun diberikan perlidungan paten bekisar antara 17 hingga 20 tahun, tapi kesempatan untuk dipasarkan sebagai obat paten sekitar lima tahun saja.  

"Oleh sebab itu harganya mahal karena  harus menutup biaya pengembangan tersebut dalam waktu yang relatif singkat," ujarnya.

Arini menambahkan, masyarakat Indonesia sudah saatnya mengubah pola pikir tentang obat generik dan paten.  Pasalnya, di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, masyarakat sudah semakin terbiasa menggunakan obat generik.

Buktinya, peresepan obat generik terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data IMS Health National Prescription Audit (NPA) menyebutkan, peresepan obat generik di AS yang hanya 19 persen pada tahun 1984 telah meningkat pesat pada 2007 menjadi 67 persen.

Salah kaprah
Obat generik, lanjut Arini, saat ini dipasarkan di Indonesia dalam dua jenis yakni dengan menggunakan nama generiknya dan memakai merek dagang. Salah satu jenis yang dijual dengan nama generiknya adalah obat generik berlogo (OGB) yang merupakan program pemerintah. OGB dapat dikenali dengan logo lingkaran hijau bergaris-garis putih dengan tulisan "Generik" di tengah lingkaran.  

Sementara itu satu jenis lainnya yakni obat generik bermerek justru tidak diperlakukan sebagai obat generik.  Dengan kemasan lebih menarik memakai nama dagang tanpa mencantumkan logo, harga obat bermerek ini jauh lebih mahal dibanding obat generik tanpa merek, padahal kandungan zat aktifnya sama.

Alhasil, fenomena ini menjadikan obat generik bermerek seakan-akan 'diposisikan' sama seperti obat paten. Salah kaprah terhadap obat generik bermerek ini pun tidak terelakkan.

Diakui Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI), Marius Widjajarta, praktik salah kaprah obat generik menjadi masalah dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Betapa tidak, obat generik bermerek yang kandungannya tak jauh berbeda dengan obat tanpa merek dijual dengan harga tidak rasional.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com