Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Habibie Merasa seperti Dihipnotis

Kompas.com - 23/05/2010, 06:44 WIB

"Setelah mempersilakan saya meminum teh, Pak Harto menyampaikan bahwa pada hari Sabtu tanggal 23 Mei 1998, ia bermaksud mengundang Pimpinan DPR/MPR untuk datang ke Istana Merdeka," ungkap Habibie. Habibie lalu menimpali bahwa pertemuan itu sudah lama mereka nantikan. Pimpinan DPR/MPR ingin mendapat penjelasan dan penilaian mengenai kehendak rakyat.

Begitu pula mengenai keadaan di lapangan yang sedang berkembang dan berubah tiap detik. "Pak Harto tampaknya sama sekali tidak memerhatikan ucapan saya dan mengatakan bahwa ia bermaksud menyampaikan kepada Pimpinan DPR/MPR untuk mengundurkan diri sebagai Presiden setelah Kabinet Reformasi dilantik."

Mendengar penjelasan itu, Habibie semakin penasaran. Apalagi, Soeharto tidak memberikan alasan kenapa ia harus mengundurkan diri. Padahal, kabinet baru saja dibentuk. Selain itu, Soeharto sama sekali tidak menyinggung kedudukan wakil presiden selanjutnya.

"Menyadari cara berpikir Pak Harto yang telah saya kenal puluhan tahun, tidak disebutnya kedudukan wakil presiden tersebut jelas mempunyai alasan tertentu. Apa yang sebenarnya dikehendaki Pak Harto tentang saya? Apakah saya juga diminta ikut mundur? Pertanyaan ini muncul karena pernyataan Pak Harto sehari sebelumnya di hadapan sejumlah tokoh masyarakat seolah 'meragukan' kemampuan saya."

"Demikian sejumlah pertanyaan berkecamuk di benak saya," kenangnya. Apalagi Habibie mengaku mengetahui benar bagaimana prinsip Soeharto soal konstitusional — Presiden dan Wakil Presiden tidak dipilih sebagai satu paket. Seperti yang tercantum dalam UUD ‘45, jika presiden berhalangan melaksanakan tugasnya, maka wakil presiden berkewajiban untuk melanjutkan. "Keinginan Pak Harto, untuk lengser dan mandito atau mundur sebagai presiden, menjadi seorang negarawan sangat saya pahami dan hormati. Namun, apakah dengan cara demikian pelaksanaanya? Beberapa saat saya diam, dengan harapan mendapat penjelasan mengenai alasan beliau mundur, serta beberapa pertanyaan yang mengganggu pikiran tersebut," kenangnya.

***

KEINGINAN Presiden Soeharto untuk lengser dari kursi kekuasaan membuat BJ Habibie terdiam. Habibie masih penasaran mengapa orang dekatnya itu hendak mundur dan ingin menjadi seorang negarawan.

"Beberapa saat saya diam, dengan harapan mendapat penjelasan mengenai alasan beliau mundur, serta beberapa pertanyaan yang mengganggu pikiran tersebut. Namun ternyata tidak diberikan. Walaupun saya sangat memahami Ketetapan MPR mengenai kedudukan dan kewajiban presiden dan wakil presiden, saya terpaksa bertanya, "Pak Harto, kedudukan saya sebagai wakil presiden bagaimana?"

Pak Harto spontan menjawab, "Terserah nanti. Bisa hari Sabtu, hari Senin, atau sebulan kemudian, Habibie akan melanjutkan tugas sebagai Presiden," jawab Soeharto. Jawaban itu membuat Habibie terkejut. Ia bertanya dalam hati. Bukankah kevakuman dalam pimpinan negara dan bangsa tidak boleh terjadi? Jika Soeharto benar-benar mundur, apakah hal itu sudah sesuai dengan UUD '45 dan Ketetapan MPR?

"Bagaimana kedudukan saya, sebagai Koordinator Harian Keluarga Besar Golkar tanpa pengganti? Begitulah, dalam suasana pertemuan yang tidak lazim, serta suasana di lapangan yang tidak menentu dan cukup mengkhawatirkan, muncul berbagai pertanyaan yang amat mengganggu pikiran saya," kenangnya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com