Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asma Dapat Turunkan Prestasi Belajar

Kompas.com - 04/06/2010, 06:25 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Asma yang tidak terkontrol pada anak dapat menurunkan prestasi belajar di sekolah. Pemahaman orangtua dan guru akan sangat membantu anak menghadapi penyakit itu.

Demikian terungkap dalam seminar bertajuk "Peran Guru dalam Pengendalian Asma pada Anak di Sekolah" yang diselenggarakan Yayasan Penyantun Anak Asma Indonesia "Suddhaprana" dan Pusat Asma Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, Kamis (3/6).

Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Bambang Supriyatno mengatakan, satu dari enam anak SD menderita asma. Angka kejadian asma sekolah dasar (6-12) secara nasional 10 persen, sedangkan di Jakarta angka kejadian lebih tinggi, yakni 16 persen. Prevalensi asma di Indonesia 2-5 persen penduduk segala usia. Jumlah anak yang menderita asma diperkirakan terus bertambah seiring dengan perburukan lingkungan, seperti bertambah buruknya polusi udara.

Serangan asma lebih berat pada malam dan dini hari. Jika serangan berat, biasanya anak batuk dan sesak, terutama saat mengeluarkan napas. Anak sulit atau, bahkan, tidak bisa tidur. Akibatnya, pada pagi dan siang hari anak mengantuk, kelelahan, dan sulit berkonsentrasi di sekolah. "Kalau asma tidak dikendalikan dan sering terjadi serangan, prestasi belajar anak merosot," ujarnya.

Serangan asma pada anak dapat tercetus oleh faktor lingkungan rumah (debu, asap rokok, kapuk, bulu binatang), makanan (es, permen, makanan kecil gurih mengandung vetsin, cokelat, kacang tanah, dan gorengan), serta faktor lain, seperti infeksi saluran napas akut, aktivitas fisik berlebihan, kelelahan, dan perubahan cuaca.

Dia mengatakan, guru di sekolah diharapkan mengenali anak-anak yang menderita asma di sekolah sehingga dapat menghilangkan faktor pencetus sedapat mungkin, menyediakan pertolongan pertama, dan tidak mengucilkan anak. "Anak dengan asma dapat berprestasi dan beraktivitas fisik sepanjang asmanya terkontrol," ujarnya.

Dokter spesialis anak dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM, Darmawan B Setyanto, mengatakan, anak kerap tidak terdiagnosis asmanya. Diagnosis kadang meleset menjadi tuberkulosis atau radang paru. Apalagi, asma pada anak tidak selalu dengan gejala sesak dan napas berbunyi ngik-ngik (mengi). Sering kali gejala yang menonjol hanya batuk. Namun, batuk pada asma membandel. (INE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com