Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Residu Pestisida Masih Jadi Masalah

Kompas.com - 05/07/2010, 04:45 WIB

Reman dan Kasman adalah dua dari tujuh eksportir sayuran dari Karo yang bertahan. Sebelum isu residu pestisida merebak, ada sekitar 70 eksportir sayuran.

Sejak 1913, dataran tinggi Karo merupakan pusat budidaya berbagai jenis sayuran dan produk hortikultura. Diawali saat Belanda membudidayakan kentang dan peleng atau bayam jepang. Imigran dari China yang sejak akhir abad ke-19 datang ke Sumut juga membawa bibit sayur putih seperti sawi dan buncis ke Karo.

Saat masa penjajahan Belanda itulah ekspor sayuran dari dataran tinggi Karo ke Malaysia sudah berlangsung. Sekadar ilustrasi, Tan Malaka yang datang ke Medan setelah mengembara dari Moskwa hingga Indocina (1942) mengisahkan ekspor sayuran dari Berastagi ke Malaysia dalam bukunya Dari Pendjara ke Pendjara. Dalam buku terbitan 1947 itu, Tan Malaka memuji kondisi pasar di Medan yang amat modern, bersih, besar, dan sehat. Pasar-pasar itu—kata Tan Malaka—menjual sayuran dari Berastagi dan sebagian diekspor ke Malaysia.

Ekspor sayuran dari Karo terhenti ketika terjadi konfrontasi dengan Malaysia tahun 1962-1965. Setelah terjadi normalisasi hubungan diplomatik dengan Malaysia, sayuran dari dataran tinggi Karo mengalir kembali ke sana. ”Ketika masih kecil, saya masih ingat orangtua sudah menjual sayuran ke Malaysia. Mereka baru berhenti ketika terjadi Gestok (Gerakan 30 September 1965),” tutur Indera.

Setelah Gestok, isu residu pestisida membuat usaha ekspornya terhenti. Indera yang mulai mengekspor sayuran sejak 1985 bersama Abel, suaminya, terpaksa berhenti menjadi eksportir tahun 2004.

Gudang sayuran milik pasangan Abel-Indera di Desa Simpang Sinaman, Kecamatan Tiga Panah, kosong. Padahal, saat jaya, gudang mampu menampung sayuran untuk dikirim dalam 23 kontainer ukuran 20 kaki kubik per hari. Dua truk berkapasitas 5 ton teronggok di sudut gudang. Satu truk rusak penuh karat.

Isu residu pestisida melebihi ambang batas diakui memang ada. Namun, isu itu diperluas bersamaan dengan politik dagang negara tujuan ekspor.

Kepala Dinas Pertanian Sumut Muhammad Roem mengakui, saat isu itu muncul, kandungan pestisida dalam sayuran yang diekspor memang melebihi ambang batas. Tidak ingin kecolongan lagi, pemerintah daerah makin ketat menguji residu pestisida akhir-akhir ini.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Karo Nomi Sinuhaji mengemukakan, isu residu pestisida tak lebih dari bagian politik dagang untuk menjatuhkan harga sayuran asal Karo di Malaysia dan Singapura. ”Mulai awal tahun 2000, bukan hanya kami yang memasok sayuran ke Malaysia, tetapi juga RRC, Vietnam, dan Thailand,” katanya.

Adanya campur tangan politik dagang itu diyakini ada oleh Kasman dan Reman. Reman mengungkapkan, penggunaan pestisida oleh petani sebelum dan sesudah tahun 2000 tetap sama. Bahkan, menurut Benni Sembiring, petani sayuran, sekarang penggunaan pestisida bisa jadi lebih banyak dibandingkan saat isu residu pestisida muncul.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com