Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berjuang Melawan Bakteri Pemakan Daging

Kompas.com - 11/08/2010, 11:00 WIB

Ketika kesadarannya mulai pulih, Sandy Wilson mendapati dirinya terbaring di ranjang rumah sakit tempatnya selama ini bekerja sebagai perawat. Ia masih ingat beberapa waktu sebelumnya ia baru saja melahirkan dan dokter mengatakan ia menderita infeksi. Tapi, ia tak siap melihat apa yang tersembunyi di balik selimutnya.

"Waktu saya melihat ke bagian perut, hampir tidak ada lagi kulit yang menutupi sehingga saya bisa melihat organ-organ dalam. Isi perut saya juga terlihat. Saya pikir saya tidak akan bisa hidup dengan kondisi seperti itu," katanya.

Dalam dunia kedokteran, memang sangat jarang terjadi kasus seperti yang dialami Wilson. Ia menderita infeksi bakteri "pemakan daging". Biasanya hal ini terjadi pada orang-orang yang obesitas, penderita diabetes, pasien kanker, penerima donor organ dan mereka yang memiliki sistem imun lemah. Hingga saat ini infeksi tersebut sudah menelan 20 korban jiwa.

Bakteri "pemakan daging" ini merupakan jenis bakteri streptokokus. Nama resminya adalah necrotizing fasciitis. Di negara maju terdapat tren baru superbug atau bakteri yang kebal obat seperti MRSA kini bisa menyebabkan toksin "pemakan daging" dan menyebabkan infeksi seperti yang dialami Wilson.

Penderitaan Wilson berawal dari operasi caesar yang dilakukannya pada bulan April 2005. Ia melahirkan bayi laki-laki yang sehat yang diberi nama Christopher. Malang, pasca operasi ia menderita gangguan pembekuan darah dan harus menerima komponen darah yang dikumpulkan dari ribuan pendonor.

Beberapa minggu kemudian Wilson diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Namun tak sampai dua hari, di bagian luka operasinya muncul cairan dan tekanan darahnya anjlok. Ia lalu dilarikan ke gawat darurat. Begitu melihat lukanya, dokter di rumah sakit tersebut menyatakan tidak sanggup.

Wilson lalu dipindah ke Baltimore's Shock Trauma Center, AS, rumah sakit yang secara khusus menjadi rujukan kasus-kasus sangat gawat dan mengancam hidup. Secara kebetulan, Wilson merupakan perawat di bagian anak di rumah sakit itu.

"Ketika ia datang ke sini, kondisinya sangat kritis. Kebanyakan pasien tidak bis a bertahan hidup. Namun, fakta bahwa ia perawat di rumah sakit ini dan ia baru memiliki bayi membuat kami berusaha keras menyelamatkannya," kata Dr.Thomas Scalea, dokter kepala bagian Shock Trauma.

Selama dua minggu Wilson berada di bawah pengaruh obat bius sementara dokter memotong jaringan di perutnya yang sudah busuk dan mengeringkan cairan. Tak terhitung jumlah operasi yang sudah dilakukan dokter. "Mungkin lebih dari 40 kali," kata Scalea.

Ketika kondisinya stabil, dokter akan membuatnya tersadar dan mengijinkan keluarga menjenguknya. Sayangnya dokter tidak mengijinkan Christopher, putranya, di bawa karena khawatir terkena infeksi.

Untuk mengobati rasa kangen, suami membawakannya foto-foto perkembangan bayi mereka. Akhirnya, setelah beberapa bulan, dokter boleh mengijinkan Christopher di bawa ke ruang isolasi. "Mereka mengenakan baju khusus pada putraku dan mengizinkanku menyentuh Christopher untuk pertama kalinya," kata Wilson.

Hari demi hari, bakteri yang sudah tinggal dalam tubuh Wilson terus menunjukkan "taringnya". Sedikit demi sedikit bagian perut Wilson digerogoti. Selama dua tahun berikutnya ia harus masuk ke ruang rehabilitasi karena ia menderita fistulas, lubang di bagian perut yang menembus kulitnya.

"Sungguh mengerikan, setiap saat saya merasakan sakit. Yang paling menyedihkan adalah saya tidak bisa menjalani peran saya sebagai ibu. Selama 11 tahun saya bekerja sebagai perawat di bagian anak, namun kini saya tidak bisa memandikan dan memeluk anak saya sendiri," ujarnya sendu.

Ia bahkan merasa terlalu lemah untuk memegang sebuah majalah. Penglihatannya pun menjadi buram, efek samping dari obat-obatan yang diminumnya. Kepada sang ibu ia sering mengeluh tak kuat lagi menanggung penderitaan yang dialaminya.

Berkat Reiki dan akupuntur, Wilson mendapat sedikit kenyamanan dan ketenangan ketika ia sudah merasa sangat putus asa. Namun di akhir tahun 2006, kondisinya memburuk. Livernya bermasalah dan ususnya hanya tinggal beberapa inci. Hanya ada satu solusi yang ditawarkan dokter: transplantasi perut.

Operasi cangkok yang ditawarkan dokter baru terlaksana pada Desember 2007 dan dinyatakan sukses. Karena kerusakannya sudah demikian parah, dokter mencangkokkan usus besar juga. Sebulan kemudian ia sudah bisa makan salad, cake dan lasagna. "Rasanya sungguh luar biasa bisa mengunyah sesuatu dan merasakan rasa berbeda di mulut setelah sekian lama," katanya.

Sayangnya, awan mendung kembali datang. Ia menderita peritonitis, inflamasi serius dan ia terpaksa harus makan lewat selang lagi. Ketika kondisinya berangsur pulih, dokter mengijinkannya makan secara perlahan. Ia juga mulai belajar berjalan.

Perlahan tapi pasti Wilson mengalami kemajuan. Meski secara psikologis ia harus menghadapi cobaan baru, suaminya menceraikannya di tahun 2009.

Di akhir tahun 2008 Wilson diperbolehkan pulang meski ia harus terus mengonsumsi obat imun-suppresing seumur hidupnya. Namun beberapa kali ia harus masuk rumah sakit untuk memastikan perut yang dicangkokannya tidak mendapat penolakan oleh tubuhnya. Di perutnya kini terdapat bekas luka dan parut. Namun ia tetap bersyukur bisa melalui tahun-tahun penderitaannya.

"Hidup saya saat ini terasa normal. Saya bisa mengajak Christopher jalan-jalan ke taman. Saya ingin menikmati setiap waktu yang saya miliki dengannya," katanya. Ia juga berencana untuk mengambil kursus untuk menyegarkan ilmunya dan bersiap-siap untuk kembali bekerja sebagai perawat. "Saya ingin membantu orang lain yang juga mengalami penyakit seperti ini," katanya.

Total pengobatan Wilson diperkirakan telah menghabiskan 5 juta dollar AS yang awalnya dibayarkan oleh pihak asuransi kemudian dibantu oleh pemerintah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com