Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hilangnya Ujian Mengarang

Kompas.com - 18/10/2010, 14:28 WIB

Mengarang erat kaitannya dengan komunikasi, baik tulisan atau pun lisan. Bagaimana seseorang menyampaikan gagasan, keinginan, kegundahan, dan segala perasaan yang dia rasakan. Semua itu memerlukan seperangkat bahasa yang baik agar menghasilkan output yang baik pula. Masyarakat yang jauh dari bahasa, kering diksi, akan memunculkan masyarakat yang kaku dalam berkomunikasi.

Pada titik tertentu, kegagalan berkomunikasi akan melahirkan sikap anarkis sebagai bahasa untuk menyampaikan perasaan. Habermas dalam The Theory of Communicative Action merumuskan sebuah perubahan sosial masyarakat yang selama ini dikendalikan oleh media, uang, penguasa, dan kapitalisme. Masyarakat, karena tidak tumbuh dalam kultur berbahasa yang imajinatif-reflektif, akhirnya hanya menjadi obyek yang dikendalikan.

Generasi muda, anak-anak sekolah, karena miskin perbendaharaan kata dan tak bisa "teori dan praktik" mengarang, memilih meluapkan emosinya pada kata-kata destruktif, pemberontakan di tembok-tembok, kamar mandi sekolah, dan ruang publik tempat mereka bisa "eksis". Sekolah, rumah, lingkungan tak menyediakan ruang untuk menyampaikan pendapat secara elegan.

Kalau di sekolah mereka diajarkan untuk mengarang, tentang pengalaman, perasaan, harapan, cita-cita, bahkan apa yang tidak disukainya, ini akan menjadi cara bagi seorang guru untuk memahami karakter dan permasalahan psikologis siswa. Sebab, anak-anak seusia remaja cenderung menyampaikan perasaan dengan apa adanya. Belum ada manipulasi cerita, dramatisasi kisah, dan lain sebagainya yang membuat cerita menjadi benar-benar fiktif.

Saat saya masih SD dan SMP, dalam ujian Bahasa Indonesia masih ada mengarang. Meski bentuknya adalah menceritakan gambar. Ada empat gambar yang merupakan rangkaian peristiwa dan kita dipaksa untuk menceritakan gambar tersebut. Seperti menjelaskan ilustrasi. Namun, saat itu banyak teman yang merasa kesulitan untuk mengarang.

Dari sini bisa dipetik pelajaran, sudah ada sedikit upaya untuk merangsang imajinasi siswa lewat pemberian gambar berantai. Semestinya untuk pelajaran mengarang, siswa benar-benar dibebaskan mengarang apa saja, tentu dalam norma dan moralitas.

Albert Einstein, fisikawan yang dijuluki manusia tercerdas abad ke-20, adalah seorang pembaca sastra yang sering diasosiasikan sebagai hasil karangan dan imajinasi manusia. Semua mimpi besar, penemuan-penemuan teknologi adalah hasil karya (produk) yang muncul dari sebuah imajinasi yang dihadirkan lewat karangan.

Orang berimajinasi, bagaimana manusia bisa terbang, berbicara dengan orang yang terpisah jarak. Lalu sains menangkap itu sebagai penemuan pesawat terbang dan telepon. Betapa sains dan imajinasi adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Sains berkembang karena adanya imajinasi yang tak terbatas.

Sejarah melupakan bagaimana pendiri bangsa ini adalah para pengarang juga. The founding fathers Indonesia; Tan Malaka, Soekarno, M Yamin, dan lain-lain adalah pengarang-pengarang besar yang tidak kehilangan sensibilitasnya sebagai politisi (pejuang) yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Dari karangan, imajinasi, mimpi besar itu bisa terwujud. JUNAIDI ABDUL MUNIF Peneliti el-Wahid Center, Universitas Wahid Hasyim Semarang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com