Tua Pejat, Kompas
Dalam perjalanan antara Mongan Bosua-Tua Pejat di Pulau Sipora, Senin (1/11), ombak laut mencapai ketinggian hingga 2-3 meter dan angin bertiup cukup kencang. Awan hitam tampak berarak-arak dari arah barat.
”Tetapi inilah satu-satunya jalur yang dapat dengan mudah digunakan warga karena tidak ada jalan penghubung hingga ke Tua Pejat,” ungkap seorang warga Tua Pejat, Parba.
Keterbatasan infrastruktur jalan dan jembatan membuat warga harus menggunakan moda angkutan laut untuk menuju desa tetangga atau ke ibu kota kabupaten di Tua Pejat. Meskipun kerap dihadang gelombang, warga tidak banyak pilihan.
Jalan antardesa hanya selebar 2 meter dan tidak semua dalam kondisi baik. Hingga saat ini, di Sipora, hanya ada jalan raya sepanjang 10 kilometer dan itu hanya terdapat di Kota Tua Pejat.
Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Kepulauan Mentawai, yang membidangi infrastruktur, Jimer Munthe mengatakan, dana yang disediakan untuk pengembangan infrastruktur belum banyak terserap.
”Alasannya klasik, soal tender dan kekurangan sumber daya manusia,” kata Jimer Munthe lagi.
Namun, dalam kondisi darurat seperti saat ini, justru keterbatasan itu pula yang membuat proses pengiriman bantuan dan relawan kerap terhambat. Tidak hanya itu, proses tanggap darurat pun menjadi terkendala karena satu-satunya jalur yang dapat diakses adalah laut.
Ketika laut bergejolak karena kondisi cuaca yang buruk, akses itu pun tertutup dan dampaknya keluhan korban tidak dapat segera tertangani.
Cuaca buruk dan keterbatasan alat transportasi yang aman menyulitkan distribusi tim medis, baik dari Padang ke Sikakap maupun dari Sikakap ke daerah lain di Pagai Utara dan Selatan.
Sarana dan prasarana di Pulau Pagai pun sangat terbatas. Dari empat puskesmas dan unit kesehatan lainnya yang setingkat, hanya dua di antaranya yang masih bisa beroperasi.