KOMPAS.com - Belakangan ini raw food diet makin bergaung di Indonesia. Di Bali bahkan sudah ada komunitasnya sendiri, dengan beberapa restoran yang khusus menyediakan menu raw food. Diet tersebut makin populer berkat deretan selebriti Hollywood yang menjalaninya, mulai Uma Thurman, Natalie Portman, Alicia Silverstone, Cher, Lisa Bonet, Sting, sampai Jason Mraz. Selain menurunkan berat badan, kabarnya juga dapat menangkal penyakit degeneratif, seperti kanker dan mencegah penuaan dini. Mau tahu lebih banyak seputar diet ini?
Enzim yang hidup
Raw food diet berawal dari teori seorang ahli biokimia asal Finlandia, Artturi Virtanen. Ia menemukan, ketika kita mengunyah makanan yang tidak dimasak, enzim dalam makanan tersebut akan dilepaskan di mulut. Bagaikan kunci dan lubang pintu, enzim tersebut akan saling melengkapi dengan enzim yang diproduksi tubuh manusia untuk mencerna makanan.
Itulah sebabnya, raw food diet mengharamkan mengolah makanan dengan pemanasan di atas 46 derajat Celcius, karena akan melenyapkan enzim makanan. Bahkan dalam tingkat tertentu, makanan yang dimasak dapat membahayakan tubuh. Hal tersebut dipaparkan oleh Arthur M. Baker, MA, MHE, dalam buku Awakening Our Self-Healing Body.
Baker menyatakan, lewat pemanasan berlebihan, terciptalah beragam senyawa asing dalam makanan yang tidak dapat dicerna dengan sempurna oleh tubuh. Pengolahan makanan modern tidak hanya melenyapkan agen-agen antikanker, tetapi juga membentuk zat kimia yang berpotensi menimbulkan kanker itu sendiri.
Pilih produk organik
Jika Anda mulai tertarik mengikuti gaya hidup ini, ada tiga kelompok yang bisa dipilih. Aliran raw veganism hanya makan sayur, buah, dan kacang-kacangan mentah. Sementara, raw vegetarianism tetap mengonsumsi susu dan telur mentah. Terakhir, raw animal food diet memasukkan daging mentah dan produk turunan hewani lainnya ke dalam diet mereka.
Namun, dengan adanya kontroversi bakteri berbahaya pada daging dan telur mentah, jumlah penganut raw veganism atau biasa juga disebut raw foodist jauh lebih banyak, ketimbang dua aliran lainnya.
"Kalau hanya makan gado-gado dan karedok tiap hari dan sudah menyebut diri sebagai raw foodist, itu salah kaprah namanya. Setiap hari hanya makan sayur dan buah mentah, kita bisa kekurangan gizi, bahkan pingsan. Raw foodist harus memenuhi kebutuhan multivitamin dari berbagai jenis makanan. Vitamin B12 dalam kacang almond, misalnya," tandas dr Riani Susanto, ND, CT, ahli naturopati yang pernah mengikuti raw food camp di Amerika.
Lalu, bagaimana dengan risiko menelan pestisida yang menempel pada sayur, buah, dan kacang-kacangan mentah? "Bisa dikurangi sampai 70 persen dengan memakai cuka apel organik, saat terakhir mencuci sayur. Sebaiknya kita memang memilih produk organik. Meskipun harganya lebih mahal, tapi ini investasi jangka panjang. Coba bandingkan biayanya, jika kita harus masuk rumah sakit, karena kanker atau hipertensi. Kalau kita bisa sering berganti-ganti ponsel mahal, kenapa susah sekali mengeluarkan dana lebih untuk kesehatan diri sendiri?" Riani menambahkan.
Lakukan tes awal
Menurutnya, kunci sukses menjalankan diet raw food adalah tekad kuat, pemahaman menyeluruh, dan eksplorasi berbagai jenis makanan.
Ia berkata, "Sebelum melakukan diet ini, tentukan dulu tujuannya. Apakah kita hanya ingin menurunkan berat badan secara instan, atau agar hidup lebih sehat? Raw foodist sejati tidak mungkin tergiur saat melihat cheese cake atau langsung berhenti diet, karena dianggap aneh oleh teman-temannya."
Sebelum benar-benar berkomitmen menjalankannya, ia menganjurkan agar kita melakukan tes awal terhadap diri sendiri. "Coba dalam seminggu, 3 atau 4 hari hanya makan salad, menghindari roti dan makanan dari gluten sepanjang hari. Kalau Anda bisa tahan sampai beberapa bulan, artinya siap menjadi raw foodist. Sebaiknya, sebelum memulainya berkonsultasilah terlebih dahulu dengan ahli kesehatan yang memahami riwayat kesehatan Anda dan konsep diet ini. Lalu, Anda pun harus menjalankannya dengan hati senang," ujar Riani.
Banyak jalan menuju hidup sehat, dan raw food diet hanyalah salah satu di antaranya. Kini terserah Anda, manakah yang sebaiknya dipilih?
(Theresia Widiningtyas)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.