Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Resep Elektronik Puskesmas dari ITB

Kompas.com - 13/05/2011, 05:27 WIB

Oleh Didit Putra Erlangga dan Nawa Tunggal

Resep Elektronik karya mahasiswa Institut Teknologi Bandung memberi banyak manfaat bagi tenaga medis di sebuah puskesmas. Resep Elektronik tidak sekadar menggantikan kertas, melainkan menjadi peranti lunak komputer yang mendeteksi interaksi obat yang diresepkan itu merugikan atau tidak.

Dokter di puskesmas selain takut salah memberikan resep yang merugikan juga sering mengalami kesulitan membuat laporan kerja dengan cara-cara manual,” kata Ira Dewi Jani (37), dokter umum yang menempuh studi S-2 Program Teknik Biomedika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika di Institut Teknologi Bandung (ITB), Senin (9/5) di Bandung, Jawa Barat.

Ira menerapkan program Resep Elektronik di Puskesmas Babakan Sari, Kota Bandung, sejak 20 Maret 2010. Ira mengaplikasikan peranti lunak Resep Elektronik ini dari hasil riset mahasiswa sebelumnya, yaitu Irma Melyani Puspitasari.

Irma, farmakolog dari Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran, Bandung, terlebih dulu menyusun tesis Resep Elektronik untuk menyelesaikan S-2 Program Teknik Biomedika STEI-ITB.

”Teknologi ini juga dirancang untuk mendeteksi duplikasi obat yang diresepkan,” kata Ira.

Dokter jarang memberikan resep hanya satu jenis obat. Biasanya dokter memberikan lebih dari satu jenis, bahkan bisa lima atau enam jenis obat.

Ketika pasien mengonsumsi sejumlah obat bersamaan, akan terjadi interaksi obat yang sinerginya dapat menyembuhkan. Sebaliknya, ada kemungkinan justru merugikan dan menimbulkan efek samping.

Pemberian resep obat lebih dari satu dapat menimbulkan duplikasi yang bisa saling meniadakan manfaat atau kelebihan dosis yang berdampak buruk.

Contoh interaksi obat yang merugikan, antara lain pemberian dua obat untuk hipertensi dan asam urat berupa Captopril dan Alopurinol. Ketika pasien mengonsumsi dua jenis obat itu bersamaan, akan terjadi Stevens Johnson Syndrome berupa pembengkakan atau pengelupasan lapisan kulit. ”Lebih parah lagi, akan merusak ginjal,” kata Ira.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com