KOMPAS.com - Waktu tidur yang disertai dengan dengkuran kerap dianggap sebagai tidur yang nyenyak. Padahal, orang yang sering mendengkur saat tidur apalagi jika kerap berhenti napas berisiko tinggi menderita stroke dan penyakit jantung.
Ketika kita tidur, otot di langit-langit mulut, lidah, dan tenggorokan berada dalam kondisi rileks sehingga sering terjadi sumbatan jalan napas. Kondisi tersebut menyebabkan daerah di sekitar sumbatan bergetar, sehingga timbul suara yang kita kenal dengan dengkuran atau ngorok.
Mendengkur sendiri merupakan gejala utama obstructive sleep apnea/OSA. Menurut dr.Rimawati Tedjakusuma, spesialis saraf dari Rumah Sakit Medistra Jakarta , OSA adalah henti napas saat tidur yang terjadi berulang-ulang karena sumbatan jalan napas atas yang diikuti dengan menurunnya kadar oksigen darah.
"Pada orang yang menderita OSA berat, henti napasnya bisa terjadi lebih dari 30 kali dalam satu jam. Malah, ada pasien saya yang mengalami henti napas sampai 150 kali per jam," katanya dalam acara seminar dalam rangka World Sleep Day di RS Medistra Jakarta, Kamis (15/3/12).
Berbagai penelitian menunjukkan kaitan antara OSA dengan penyakit kronis seperti gangguan irama jantung, stroke, hipertensi, dan diabetes. Penelitian yang dilakukan Rimawati di RS Medistra pada tahun 2011 menunjukkan hampir 41 persen pasien OSA menderita hipertensi.
"Saat henti napas, otak akan memerintahkan supaya tubuh mendapatkan oksigen sehingga kita terbangun. Kondisi ini menyebabkan tekanan darah meningkat sehingga lama-lama dinding pembuluh darah rusak. Hal ini akan memicu peradangan. Pembuluh darah yang rusak juga akan menarik kolesterol sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah," papar dokter yang mendalami masalah tidur ini.
Henti napas yang terjadi berkali-kali dalam satu malam juga akan menggangu tidur sehingga esok harinya kita akan terbangun dalam kondisi lemas, sakit kepala, konsentrasi menurun, serta mengantuk sepanjang hari.
"OSA juga meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas dan juga ditempat kerja. Selain itu penderitanya juga berisiko menderita depresi dan kecemasan. Mereka juga berisiko dua kali lipat terkena stroke," katanya.
Untuk itu, segera periksakan diri jika Anda mengalami gejala-gejala tersebut di atas. "Mendengkur sekali-kali mungkin normal. Tetapi jika setiap kali tidur selalu mendengkur waspadai OSA," katanya.
Kendati lebih sering dialami oleh orang dewasa, namun bayi dan anak-anak juga bisa menderita OSA. "Biasanya karena pembesaran amandel, obesitas, atau kelainan bentuk wajah dan lingkar leher," ujarnya.
Agar terhindar dari komplikasi akibat OSA, segera periksakan diri ke dokter untuk mengidentifikasi penyakit dan mengatasinya. Pada OSA yang ringan, biasanya dokter akan menganjurkan penurunan berat badan atau mengubah posisi tidur.
Sementara itu pada OSA yang berat terkadang diperlukan tindakan pembedahan. Penggunaan alat bantu untuk membuka jalan napas seperti CPAD (continous positive airway pressure) juga dinilai membantu mencegah perburukan akibat OSA. Alat ini akan memberikan aliran udara bertekanan lembut melalui hidung atau mulut menggunakan masker. Tekanan udara akan mencegah menyempitnya dan menutupnya saluran napas sehingga pasien bisa bernapas leluasa selama tidur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.